Nafila Rahmawati:
Montessori, Apa dan Kenapa
Mendengar kata Montessori, ada beberapa hal yang biasanya langsung terbersit di pemikiran awam kita. Mahal? Atau permainan dan peralatan yang banyak?
Sejatinya yang demikian hanya beberapa definisi prematur untuk Montessori.
Jujur sebelum mengikuti workshop, saya juga sempat terjebak pada batasan definisi sepihak seperti ini. Sempat mendengar satu tagline yang menyatakan bahwa Montessori is a lifestyle. Lucu awalnya, benar nyatanya.
Montessori adalah metode pengembangan kemampuan anak yang meliputi lima area kemahiran, dengan memfokuskan pada kemandirian anak, sikap menghargai anak dan mempelajari hal yang konkrit.
Menerapkan Montessori pada kepribadian anak memerlukan konsistensi dan kontinuitas, sehingga Montessori bukan sekedar games melainkan cara kita mengenalkan anak pada kehidupan.
Dr. Maria Montessori awalnya menerapkan metode Montessori untuk anak berkebutuhan khusus (sekitar abad 19), ternyata metode ini pun aplikatif dan solutif untuk diterapkan hingga sekarang.
Mengapa Montessori yang ditemukan di era lama masih kompatibel dengan kebutuhan anak-anak zaman now?
Terjadi perubahan ritme dan percepatan kehidupan dari generasi pasca PD II ke generasi Alpha. Kecenderungan manusia untuk mendatangkan perbaikan pada hidupnya secara finansial, mengarah ke pertumbuhan angkatan kerja sehingga banyak dari orang tua lebih fokus bekerja dan menggunakan energi "sisa" yang sekedarnya ketika membersamai anak.
Energi sisa ini seringkali kita jumpai dalam bentuk orang tua yang memberikan stimulan atau media edukasi instan sebagai kompensasi ketiadaan mereka mengejawantahkan fungsi orang tua.
Gadget, televisi, atau bahkan baby sitter yang selalu siap sedia melayani segala kebutuhan anak.
Sehingga anak tumbuh terakselerasi, namun masih berlubang kemampuan dasar mereka sebagai pondasi pembelajaran lebih lanjut.
Kita menyediakan fasilitas calistung, tapi lupa mengenalkan asyiknya bekerja dengan huruf dan angka tanpa rasa terpaksa. Kita memberikan banyak mainan atau buku mahal, tapi lupa membekalkan olah motorik halus terlebih dulu dan menyalahkan anak-anak kita untuk mainan atau buku yang rusak.
Dunia menginginkan kita melakukan segalanya dengan cepat, dan kita merantaikan anak kita agar berlari dengan kecepatan kita.
Montessori membuat saya berkaca, bahwa anak-anak berhak untuk mendapat porsi kecepatannya sendiri. Filosofi dasar Montessori adalah penawar bagi ketergesaan kita sebagai orang tua yang diburu ritme duniawi.
Nafila Rahmawati:
Filosofi dasar tersebut di antaranya:
1. Absorbent Mind
2. Sensitive Periods
3. Law of Development
4. Directress
5. Learning Areas
6. 3PL (Three Period Lessons)
Penjelasannya sebagai berikut
1. Absorbent Mind
Pikiran yang mudah menyerap adalah kekuatan utama anak-anak mempelajari informasi di sekeliling mereka. Otak manusia berkembang hingga 90% pada umur 0-6 th. Pembelajaran yang mudah diserap anak adalah saat dimana mereka mengeksplor dan mengalami sendiri dengan inderawi.
Pada masa ini anak menyerap semua informasi dengan memprosesnya agar bergabung secara terpadu. Namun mereka belum memiliki filter sehingga belum mampu membenahi dirinya sendiri.
Jika kita sebagai orang tua tidak tercerahkan, bisa jadi kitalah yang menjadi penghambat kemajuan anak.
Usia 0-3 th anak akan mengalami periode Unconscious Mind. Anak memposisikan diri mereka sebagai pencipta secara tak sadar, menirukan apa yang ia terima dan mereproduksi ulang dengan tambahan citra dan metamorfosa karakter bawannya.
Sementara usia 3-6 th anak mengalami periode Conscious Mind. Mereka mulai mampu memecahkan teka-teki lingkungannya secara sengaja dan sadar.
Misal:
Usia 0-3 anak belajar mengkonstruksi bahasa dan berbicara. Mereka memproduksi kata-kata, menirukan apa yang dicontohkan
Usia 3-6 anak belajar penyempurnaan konstruktif, menambah pengayaan kata dan kalimat secara gramatikal
Pengalaman selama Absorbent Mind ini didapat bukan dari sekedar bermain atau serangkaian aktivitas acak, namun merupakan kerja yang dilakukan dengan menggunakan benda yang memberi motif bagi aktivitasnya.
Pada usia ini anak perlu menyentuh dan membawa semua jenis benda untuk rangsangan yang berbeda. Yang dibutuhkan anak adalah pengelaman nyata dan ikut serta dalam aktivitas yang berlangsung di sekelilingnya.
Ketika orang tua mencuci piring, ajak anak untuk melakukan hal yang sama meskipun kadang membutuhkan waktu yang lebih lama. Tindakan meniru yang dilakukan anak ditujukan untuk mempersiapkan dirinya sendiri sebagai bagian dari dunia.
2. Sensitive Periods
Anak genius adalah anak yang mendapat stimulasi yang tepat dan proporsional ketika memasuki Sensitive Periods-nya. Bukan berarti mereka terlahir genius atau tidak henti dibombardir dengan latihan khusus
Montessori membagi tahap perkembangan anak menjadi umur 0-6, 6-12, 12-18. Cacat karakter yang terbentuk pada tahap perkembangan awal akan mempengaruhi perkembangan di tahap selanjutnya.
Selama rentang waktu ini, anak menyerap karakteristik tertentu dari lingkungan mereka.
Beberapa jenis Sensitive Period:
a. Sensitivity to Order
b. Sensitivity to Refinement of The Senses
c. Sensitivity to Small Objects
d. Sensitivity to Walking
e. Sensitivity to Language
f. Sensitivity to Social Interest
Penjelasan detail tentang Sensitive Periods akan dilanjutkan minggu depan yaa (Insya Allah)
Absorbent Mind dan Sensitive Period yang diperhatikan akan menjadi sarana mental bagi anak untuk menunjukkan minat secara sadar. Anak akan merasakan dan menunjukkan preferensi pada tipe rangsangan tertentu untuk mengasah dan memadukan kemampuan dasar mereka.
Disusun Oleh
Nafila Rahmawati | 2017
FB: Nafila Rahmawati
IG: @nafilandscape, @khayli_montesstory
Sumber Bacaan:
1. Modul Workshop Montessori At Home, Rumah Aruna
2. The Absorbent Mind, Maria Montessori
3. Metode Pengajaran Montessori Tingkat Dasar, David Gettman
Bhyanti Putri:
Mbak...gmna kita untuk masuk ke sensitive period
Agar mnjadikan ank itu genius setidaknya cerdas bukan pintar
Ratna Melisa:
Ehh, iya mak,Insya Allah.. bocah2 di rumah kan lg periode 0-6 tahun membuat mereka genius tanpa meninggalkan fitrahnya ala montesori gimana ya??
Nafila Rahmawati:
Halo Mba Bhyanti
Untuk masuk ke sensitive period, anak akan punya ritmenya sendiri.. Dalam Montessori ngga ada istilah kita menggiring anak ke Sensitive Period mereka karena orang tua sifatnya mengikuti timing alami anak
Yg perlu dilakukan orang tua adl menyediakan dan mengenalkan anak pada berbagai ragam stimulan
Ketika anak tiba2 kita rasakan lebih gandrung akan suatu hal, maka itulah saat Sensitive Periodnya. Dan saat itulah momen yg tepat untuk menambah stimulannya di hal yg dia senangi
Sebenernya kalau dikembalikan ke prinsip dasar Montessori yg "follow the child", kita ngga perlu ekspektasi untuk membuat anak genius Mba
Karena adanya ekspektasi kepengen anak genius whatsoever, akan membuat orang tua terlalu fokus pada hasil alih2 proses
Dalam Montessori, yg perlu disiapkan orang tua adl mindset kita yg siap membersamai anak dalam proses
Nah proses dan aktivitas montessori nanti amat sangat beragam, mulai dari membiasakan anak ke kegiatan harian sampai ke substansi sains 😎
Betul
Kalau anak sudah tertarik sesuati, keep them on track. Tawarkan variasi kegiatan atau bahkan menaikkan levelnya
Misal suka buku, awalnya buku dongeng pendeng lalu lanjutkan dgn buku yg kontennya lebih variatif
Hidayah Bachri:
Tanya, mbak Naf..
Menanggapi ttg sensitive period, Omar ini seneng bgt sm yang namanya truk, dr buku, main lego, video favorit, sampai menggambar pun pasti ttg truk. Apakah ini udah bs disebut dgn sensitive periodnya, mbak Naf?
Usia Omar 4 tahun 9 bln
Terimakasih jawabannya 😘
Nafila Rahmawati:
Tetap dikenalkan Mba
Apalagi kalau di sekolah konvensional, pasti banyak pelajaran yg musti diserap anak
Ketika anak sedang "on fire" utk hal yg dia sukai, maksimalkan dan sediakan batasan waktu. Sambil diberi pengertian kalau mereka tetap butuh mempelajari area lain
Untuk itulah di Montessori juga dikenalkan banyak area kepada anak meskipun bertahap
Anak usia 2-3th biasanya disediakan aktivitas Exercise of Practical Life dan Sensory lebih dulu karena ini basic dari kegiatan lain
Setelah lebih besar, mereka dikenalkan dengan area Bahasa, Budaya dan Matematika dgn cara ala Montessori juga jadi insya Allah ngga memberatkan 😊
Sensitive Period sebenarnya juga ditandai dgn satu fase yg disebut Normalized
Ini adl fase ketika anak bisa anteng dan melakukan apa yg dia sukai dgn tenang, berulang dan menikmati betul aktivitasnya
Bisa dilanjutkan kesukaan omar ttg truk dalam berbagai variasi. Tapi kembali ke kegiatan montessori, anak harus melakukan eksplorasinya sendiri yaa.. Kalau bisa pakai truk nyata sekalian 😄😄
Tergantung kasus, Mba
Aku ngga bisa bilang tepat atau ngga karena belum tau prakteknya langsung
Yg aku pelajari, belajar bicara bagi anak adalah proses anak mengamati gerak bibir kita. Jadi mungkin ada yg perlu dikoreksi dari cara kita berbicara pada anak
Untuk smartcard sebetulnya ngga terlalu disarankan kalau dibandingkan dengan metode Montessori, karena biasanya di smartcard ada banyak stimulasi
Montessori menyarankan, untuk mainan atau alat edukasi kita pilih yg prinsipnya "satu stimulus dalam satu waktu"
Sementara dgn smartcard, ada stimulan berupa warna, bentuk, huruf yg unt beberapa anak malah bisa jadi membingungkan
Oke
Banyak orang tua biasanya tergesa membuat anak ingin lekas bisa membaca, ini tuntutan sosial juga karena SD kebanyakan harus bisa baca yaa 😌
Kalau mengajarkan membaca definisinya adalah mengeja, maka ada tahapan dulu nanti setelah anak dirasa cukup baik dalam EPL dan Sensory bisa masuk ke area bahasa
"Ideal mengenalkan membaca"
Ini pertanyaan aga susah hehehe, karena ngga bisa digeneralisir mengingat konsep dasar Montessori yg menganut pembelajaran individu bagi anak jadi tiap anak akan punya timingnya sendiri
Bisa dikembalikan lagi ke Sensitive Period, ketika respon anak antusias waktu kita kenalkan huruf nanti bisa maju ke belajar membaca ala Montessori ❤
Hidayah Bachri:
Iya, ya, mak Ratmel, hihii..
Tp mnrtku mlh jauh lbh enak untuk kedua belah pihak. Sbg ortu kt tidak merasa stress jika msl anak blm bs melakukan sesuatu, dan anak jg g merasa terbebani dgn tuntutan2 ortu.
Dan yg lbh enaknya adalah, ketika anak sudah memberikan sinyal kalo dia ingin mempelajari sesuatu, maka anak akan jauh lbh mudah menerima masukan dan pembelajaran dr ortu
Nafila Rahmawati:
Ohya tambahan
Untuk kegiatan yg biasanya kita sediakan tapi ngga terlalu membuat anak tertarik, biasanya kegiatan tersebut ternyata belum sesuai dengan kemampuan mereka
Misal kegiatan menuang air, ternyata beberapa anak butuh melewati fase menuang benda padat lebih dulu sebelum menuanh benda cair
Jadi ketika anak dirasa ngga tune in dgn kegiatan yg kita sediakan, bisa dicoba dulu dgn "lowering the level" atau kita ikuti mood anak untuk menyediakan kegiatan lain
Perlu diiingat banget konsep "follow the child" dan "respect to the child"
Karena anak adalah individu yg sudah punya otoritas dan kehendak sendiri. Apa yg menurut kita stimulan terbaik, belum tentu sesuai dgn kebutuhan mereka pada saat itu
Annisa Uswatun:
Aku beberapa kali coba praktekkan practical life skills ala Montessori.
Aku kasih kesempatan untuk mencuci tangan sendiri, pakai baju sendiri, atau kadang membantu menjemur pakaian.
Anakku saat di arahkan justru ngambek dan tdk mau melanjutkan tugasnya.
Dan itu terjadi berkali-kali. Akhirnya setiap dia ingin melakukan sendiri aku diamkan dulu baru setelah itu di puji dan aku ucapkan terima kasih
Nafila Rahmawati:
Halo Mba Asri
Cacat karakter yg dimaksud di sini adalah kebutuhan jiwa anak yg tidak terpenuhi dan terjadi secara berulang
Misal anak lapar tapi selalu lambat untuk direspons oleh pengasuh, makan anak akan kehilangan rasa percaya dgn dunia luar sehingga pengaruh pada mental dan kepercayaan diri anak
Beberapa kasus kekerasan verbal dan fisik juga akan berpengaruh pada cacat karakter anak
:
Naf ada masukan/tips biar kita emak2 bisa tetep sbar membersamai si anak pas penerapan Montessori di rumah ketika si anak mulai jenuh dan rewel?agar suasana slalu bisa kondusif
Nafila Rahmawati:
Waah ini sebenrnya udah baguuus pisan Mbaa
Aqilla sudah tau gimana mengorganisasi dirinya sendiri, dia hanya perlu mencontoh visual tanpa perlu banyak arahan
Sebetulnya directress (guru) dlm Montessori juga metode pengajarannya akan sangat less words
Mereka lebih mengarahkan anak dgn mengajak anak untuk memperhatikan ketimbang dgn arahan kata2. Ketika anak melakukan kesalahan, kita cukup diam selama mereka belum mengisyaratkan meminta bantuan
Berterima kasih pada anak yg telah mencoba itu pun titik penting karena kita menghargai usaha anak. Untuk hasil akhirnya, tentu ngga perlu sesuai standar dewasa 😄
Dgn berjalannya waktu mereka akan tau dan mengorganisasi diri mereka sendiri untuk melakukan yg betul, selama terus kita dampingi dan diberi contoh berulang yg benar
Nah ini 😂
The reason why I learn Montessori
Karena aku pun bukan orang yg sabaran 🙈
Sebenernya orang tua tidak perlu harus selalu sabar seperti dewi. Yg perlu diniatkan di awal adalah, kontrol diri
Ketika anak sudah melempar tanda jenuh, cukup langsung kita akhiri sesinya sambil menawarkan lagi untuk diulang di lain waktu
Belajar filosofi dasar Montessori lah yg sebenernya akan membuat kita jauh lebih menanamkan kontrol atas diri sendiri, karena filosofi Montessori itu sebenernya sangat mencintai anak ❤
Nafila Rahmawati:
Sebetulnya right at the moment anak melakukan kesalahan, yg perlu kita lakukan adalah menunggu bukan terburu utk langsung interupsi karena menyela anak berakibat pada turunnya kepercayaan diri mereka melakukan sesuatu
Kalau memang harus diberi arahan yg membutuhkan petunjuk by words, bisa nanti kita tambahkan di akhir kegiatan jadi ngga akan mengganggu konsentrasi anak
Haaloo Riris, monggo pinarak 😁
Untuk ukuran seharus apa sebenernya fleksibel yah, kembali pada keyakinan masing2 ortu hehehe
Karena Montessori itu long way to go, mencoba praktek beberapa games tanpa ortu belajar meresapi filosofinya rasanya akan less effect ke kepribadian anak
Seperti kita misal menyekolahkan anak di sekolah Montessori, tapi waktu di rumah kita acuh apakah anak sudah seteratur ketika dia di sekolah atau belum
Output anak yg belajar Montessori dgn pendampingan yg benar adl, anak jadi percaya diri dgn kemampuan mereka, solutif dan bisa thinking out of the box
Setahu aku, pendiri Google adl lulusan pendidikan Montessori
Nah, anak yg ngga mau membereskan mainan ini banyak faktor
Bisa jadi kita sbg orang tua menjadikan aktivitas membereskan mainan sbg ritual instruktif tanpa kita sendiri mau terlibat, atau bahkan tone suaranya high pitch (been there) 🙈😂
Anak bisa diajak membereskan alat kerja dgn bernyanyi, sambil nanti terus kita contohkan kalau membereskan mainan itu sepaket dgn kegiatan bermain
Tetep sabar dan semangat Mba 😄😄
Asri Lestari:
Ow iya. Kl saya baca dr pertanyaan2 dan penjelasan diatas. Prinsip dasar montessori itu lebih banyak memberikan contoh dan haris konsisten. Bagaimana ketika kita hidup bersama orang banyak dan prinsip mereka berbeda dengan yg selama ini kita ajarkan kepada anak mbak? Apalah akan terjadi kebingungan pada anak?
Nafila Rahmawati:
Ohya utk anak yg sudah bisa diajak komunikasi efektif 2 arah, bisa dicoba sebelum kita mengajak anak melakukan sesuatu yg sekiranya bikin dia ga nyaman, kita dahului dgn sounding
Kita ceritakan lebih dulu kita akan melakukan apa, apa yg akan terjadi sambil memberi pemahaman pada mereka kalau aktivitas ini aman
Suntikan semangat dari orang tua adalah faktor penting buat membangun kepercayaan diri anak
Iyap betul, pasti anak bingung
Kembali ke konsep dasar parenting Mba, setiap pengasuh anak harus punya perspektif ajeg dan seragam dalam membesarkan anak
Perbedaan keyakinan dalam parenting akan membuat anak lebih memilih mana yg lebih mudah dan enak untuk mereka jalani 😁
Coba dicek lagi riris, mungkin kegiatan yg kita siapkan belum sesuai umur anak 😁
Anak pasti sudah mulai menumbuhkan preferensi sendiri, tapi untuk usia 2-3 th kegiatan EPL dan sensory insya Allah suitable buat mereka
Untuk sekolah Montessori, karena EPL biasanya mulai dikenalkan di usia 2th jadi bagus masuk di usia 2th
Tapi menurut hematku, selama ada yg komitmen membersamai anak di rumah, masuk sekolah Montessori bisa dimulai pas usia TK 😄
Ini kemampuan menggunting bukan? 😝
Kalau anak udah 6th above biasanya udah ngga ngefek2 banget dikasih metode Montessori Mba anit, karena dalam diri mereka sudah ada pola tersendiri
Kalau utk kekurangan di motorik halus, kuncinya cuma latihan 😄
Amini Aisyah:
Mak naf Mau tanya:
Maksudnya anak diatas 6tahun gak ngefek dikasih metode montessori ini gmn mak?
Soalnya, sepengetahuan aq, montessori sampai highschool.
Untuk tahap elementari 6-12 ada juga dg metode montessori tapi memang sudah mulai mengarahkan banyak konsep ke abstrak. Berubah dari yg sebelumnya banyak dari konkret. 🙏🙏
Maaf kl aq lolaaa..takut salah tangkap
Nafila Rahmawati:
Alhamdulillah kalau cepat meniru ya Mba, sudah bagus tinggal dioptimalkan aja nanti lewat aktivitas Montessori hariannya
Metode yg tepat adl aktivitas yg dilakukan secara konsisten dan kontinyu, sederhana aja Mba 😊
Ini udah muncul sih sensitivity to small order, tinggal nanti mungkin orang tua contohkan duli cara bermain sebelum diberikan ke anak
Presentasi berulang kadang dibutuhkan anak agar dia paham lebih dulu apa yg bisa dia perbuat dgn material yg kita sediakan 😁
Nafila Rahmawati:
Assalammu'alaikum mba, punten baru sempat cek grup tele yaah 😁
Untuk less words, sejauh yg aku pelajari memang untuk presentasi kegiatan montessori saja. Karena anak lebih mudah menyerap informasi lewat memperhatikan gerakan kita
Kalau sudah terendus aroma violence atau berebut, biasanya directress akan mengarahkan anak-anak lagi dengan kata-kata
Kalau mereka masih lanjut berebut, angkat mainannya dan kembalikan ke tempatnya dulu. Dan sebisa mungkin menasihati anak dengan kata positif, ngga perlu menggunakan kata "kamu nakal" dan labelling lain yg menjatuhkan 😊
ria ummu memami:
Klo aq sebelum mainan di keluarkan kita buat kesepakatan dengan kakanya dulu.
ditanya mau main apa?
dikira² aja permainannya berpotensi bikin berebut ga? mau bermain bersama/berbagi gak?
Klo anaknya suka rela mau berbagi maka mainan dikeluarkan. Klo sekiranya itu mainan baru yang masih disayang² banget kan pasti dia gak mau berbagi mainan kan, yah di arahkan untuk gak main itu dulu kalo mau main bersama adik.
Klo kata bu Elly Risman berbicara dg anak² harus pake kata tanya, biar anak² berkembang otak berfikirnya dan bisa mengambil keputusan setelahnya. Kita ortu hanya memfasilitasi aja.
Jikalau sudah ada kesepakatan di awal tp tetep berantem jg mainan di amankan dulu sampai suasana kembali kondusif.
Tidak lupa anak² dilatih untuk bertanggung jawab untuk membereskan kembali mainan yg sdh dimainkan.
Kebetulan anak ku yg no 2 usia 6th10bln yg no 3 usia 2th11bln
Nafila Rahmawati:
Filosofi Dasar Montessori
Mengulang materi minggu lalu, kita pemanasan lagi dengan jenis Sensitive Period:
a. Sensitivity to Order (0-3th)
Peka terhadap keteraturan adalah sifat alami anak yang perlu kita tajamkan. Sejak lahir anak kita biasakan pada jadwal harian, seperti menyusu dan makan. Kebutuhan anak atas pola/kebiasaan dan situasi yang familiar adalah jembatan bagi anak untuk mengorganisasi dirinya
b. Sensitivity to Refinement of The Senses
Peka terhadap pengasahan ketajaman indera diwujudkan lewat masa eksplorasi menggunakan inderawi anak. Rasa ingin tahu mereka besar sehingga butuh disalurkan lewat kegiatan sensory play. Pendekatan multi sensori dari Montessori mencakup tahap sensori motor - pre operational - formal operational
c. Sensitivity to Small Objects (1-2th)
Anak menaruh perhatian terhadap benda-benda kecil, hal ini memperluas kemampuannya untuk observasi dengan teliti. Jika tidak berkembang, maka anak cenderung akan sulit berkonsentrasi
d. Sensitivity to Movement (1.5 - 4th)
Pada masa ini anak mempunyai keinginan untuk bebas dan tidak tergantung pada orang dewasa. Ada impuls yang tidak bisa dilawan dalam upaya untuk bergerak, berjalan untuk menyadari realita ruang. Jika terlalu banyak resistensi pada masa ini karena rasa khawatir orang tua yang terlalu besar, akan berimbas pada kurangnya rasa percaya diri pada anak
e. Sensitivity to Language (3 bln - 6th)
Pada fase ini anak mudah sekali meniru kata yang diucapkan pengasuh dan sekitarnya. Jika periode ini tidak berkembang maka anak menjadi kurang sensitif pada suara dan kurang percaya diri
f. Sensitivity to Social Interest
Ada saatnya anak menikmati menjadi bagian dari suatu kelompok, mereka senang terlibat dan berinteraksi bersama. Jika fase ini tidak berkembang, ada kemungkinan anak menjadi pribadi yang memendam rasa kesepian, suka mencari perhatian hingga anti sosial
🌷🌷🌷🌷🌷
Melanjutkan filosofi dasar Montessori
Laws of Natural Development
(Hukum Perkembangan Alami pada Anak)
a. The Law of Work
Bagi anak bermain adalah bekerja sehingga secara alami mereka akan mengerahkan seluruh kemampuannya ketika bermain.
Anak menyukai proses dalam bekerja sehingga jika mereka sudah tune-in dengan aktivitasnya, maka mereka akan masuk ke periode Normalized, yaitu fase dimana anak menunjukkan kesenangan dan ketenangan setelah mereka memilih aktivitas yang diinginkan
b. The Law of Independence
Anak akan merasa dihargai ketika mereka diberi ruang untuk melakukan aktivitas seperti yang kita kerjakan. Orang dewasa tidak perlu tergoda untuk membantu atau membetulkan anak ketika mereka sedang berupaya dan sepatutnya mereka bisa meskipun membutuhkan waktu yang lebih lama.
Kita hanya perlu memberikan contoh dan bimbingan serta memfasilitasi anak untuk mengembangkan disiplin diri
c. The Power of Attention
Ketika anak menemukan ketertarikan pada suatu aktivitas dan orang tua berhasil memfasilitasi sensitive period-nya, maka anak akan menghadirkan kemampuan konsentrasi tertinggi tanpa perlu kita suruh
d. The Development of Will
Anak membutuhkan kebebasan terarah untuk mengembangkan keinginannya
e. The Development of Intelligence
Dalam mengembangkan kecerdasan anak, ada dua ciri yang harus diperhatikan yaitu: respon anak yang cepat terhadap stimulus dan keteraturan anak dalam memberikan respon
f. The Development of Imagination and Creativity
Untuk mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas anak, dibutuhkan lingkungan yang mendukung dalam aspek: realitas, estetika, harmonis dan kebebasan
g. The Development of Emotional and Spiritual Life
Di dalam kegiatan Montessori, ada konsep dasar yang dibangun seputar interaksi sosial, rasa tanggung jawab dan moral
🌷🌷🌷🌷🌷
Melanjutkan filosofi dasar Montessori
Prepared Environment
Lingkungan yang dipersiapkan adalah lingkungan tempat anak beraktivitas sehari-hari untuk membangun kemandirian anak dan ekplorasi secara maksimal
Ruang fisik Montessori memiliki unsur berikut:
- peralatan yang menyesuaikan ukuran anak
- terdiri dari benda nyata dalam kehidupan sehari-hari
- memberi akses langsung pada anak
- menyediakan stimulasi sensori
- menggunakan alas kerja
- menggunakan tray/kotak untuk presentasi
Sementara material Montessori, disarankan mengandung elemen berikut:
- konkrit
- terbuat dari bahan natural
- mengeksplorasi satu konsep dalam satu waktu
- materi sebisa mungkin bersifat self correcting sehingga anak bisa menemukan kesalahannya sendiri (control of error)
🌷🌷🌷🌷🌷
Melanjutkan filosofi dasar Montessori
The Directress
Istilah "guru" dalam pembelajaran konvensional dikonversi menjadi "directress" di dalam Montessori dikarenakan sifatnya yang mengarah ke tugas membimbing dan mengarahkan pembelajaran anak
Anak-anak di rumah atau murid di sekolah Montessori bebas memilih aktivitas yang mereka inginkan. Directress bertugas mengamati progress dan kekurangan anak, serta menyediakan mereka variasi aktivitas sepanjang hari
Guru Konvensional:
- menjadi pusat pengajaran dalam kelas
- memberikan pelajaran dari abstrak lebih dulu
- memberikan pembelajaran yang sama bagi semua anak di dalam kelas
Directress Montessori
- menjadikan anak sebagai pusat pembelajaran
- memberikan pelajaran dari konkrit lebih dulu
- memfasilitasi pembelajaran yang berbeda bagi tiap anak (individual learning)
🌷🌷🌷🌷🌷
Melanjutkan filosofi dasar Montessori
Learning Areas
Terdapat lima area pembelajaran dalam Montessori yang bisa dilakukan secara bertahap:
1. Exercise of Practical Life
Semua kegiatan dimana anak berlatih mempraktikkan kegiatan hidup sehari-hari masuk dalam kategori EPL (termasuk kegiatan sederhana seperti menuang air, menjimpit, meronce, membersihkan rumah hingga merawat diri).
Tujuan dari EPL adalah meluweskan motorik halus dan koordinasi anggota badan dari anak, membiasakan mereka menjadi pribadi yang mandiri dan mampu mengurus diri sendiri untuk menumbuhkan rasa percaya diri sehingga dalam EPL yang dibutuhkan adalah konsistensi dan menjaga rutinitas
2. Sensorial
Kegiatan sensorial mengedepankan pada eksplorasi kelima inderawi anak. Orang tua menyediakan segala variasi bahan yang bisa dieksplor dengan aman oleh anak lewat indera mereka sehingga terjadi pengayaan pengalaman dan bahkan hukum sebab akibat yang terekam oleh anak. Ketika anak meraba, melihat, merasakan, mendengarkan dan mencicipi, ia membuat kategori di otak untuk setiap persepsi sensorik baru
3. Language
Pada area ini anak diperkenalkan pada stimulasi yang mendorong mereka untuk memperkaya kosakata dan keterampilan berbicara
4. Mathematics
Di area matematika, anak akan ditemani dengan apparatus yang memudahkan mereka memvisualisasikan konsep matematika sebagai sesuatu yang konkrit sebelum masuk ke sisi abstrak matematika
5. Science and Cultural
Pada area ini anak akan dikenalkan dengan heterogenitas kehidupan. Tujuan mulianya adalah untuk menanamkan pemahaman pada anak bahwa mereka adalah bagian dari alam semesta sehingga anak terstimulasi untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan menyelesaikan masalah
🌷🌷🌷🌷🌷
Melanjutkan filosofi dasar Montessori
The Three Period Lessons (3 PL)
Metode ini digunakan dalam pembelajaran ala Montessori untuk memfokuskan anak pada materi ketimbang panjangnya petunjuk aktivitas. Berikut tahapan 3PL
Periode 1:
Memperkenalkan / Memberi Nama
- Sajikan sebuah item pada alas kerja
- Katakan (misal), "Ini segitiga. Bisa sebutkan segitiga?"
- Minta anak menyebutkan kembali nama benda yang kita sebutkan
- Lakukan isolasi setelah memperkenalkan nama yang telah disebut
- Minimal dilakukan pada dua material, maksimal tiga material
Periode 2:
Asosiasi / Mengenali
- Sajikan kembali semua material
- Item yang terakhir disajikan di period 1 digilir menjadi item yang pertama disajikan di periode 2
- Tanyakan (misal), "Bisa tunjukkan segitiga?", "Bisa ambil dan taruh ke tangan Bunda mana segitiga?"
- Jika anak belum bisa menunjuk dengan benar maka perlu kembali ke periode 1
Periode 3:
Recall / Mengenali Kembali
- Sajikan satu item, isolasi item yang lain
- Item yang terakhir disajikan di period 2 digilir menjadi item yang pertam
a disajikan di periode 3
- Tanyakan, "ini apa?"
- Jika anak salah maka perlu kembali ke periode 2 (non critical learning)
Penjelasan lebih lanjut untuk area pembelajaran Montessori akan dibahas pada pekan depan yaa.
Disusun Oleh
Nafila Rahmawati | 2017
FB: Nafila Rahmawati
IG: @nafilandscape, @khayli_montesstory
Sumber Bacaan:
1. Modul Workshop Montessori At Home, Rumah Aruna
2. The Absorbent Mind, Maria Montessori
3. Metode Pengajaran Montessori Tingkat Dasar, David Gettman
Nafila Rahmawati:
Yuhu mba marlitha
Sebenernya kalau dikembalikan ke prinsip kebebasan dalam pembelajaran, anak bisa memilih apapun kegiatannya ya
Tapi ternyata, EPL dan sensory sendiri adalah kegiatan basic sebelum maju ke area lain
Kenapa basic?
Dari EPL dan sensory, anak belajar mengembangkan gerakan dan kekuatan dasar dulu seperti pincer grisp, fokus, kemampuan estimasi dll yg nantinya akan sangat terpakai di area language, math dan cultural
Jadi untuk anak sekitar usia 2-3 th bagusnya dikuatkan di EPL sama sensory dulu. Untuk area lain boleh dikenalkan, sifatnya selingan dan senyamannya anak yap
Heloo shab!
Untuk alas kerja biasanya disesuaikan dgn kebutuhan kegiatan yg digunakan anak. Kalau sekiranya kegiatannya seperti menggunting atau pouring bisa pakai alas kerja yg kecil aja
Nah beda kalau kegiatannya semacam pakai long red rods atau semisal membuat adonan, alas kerja yg dipakai lebih lebar buat memfasilitasi anak
Ohya, ukuran alas kerja cukup mempertimbangkan kegiatan anak aja yah, anak ngga perly diitung sebagai komponen yg butuh masuk ke alas kerja hihi..
Kalau untuk posisi duduk, mentor aku dulu selalu menyarankan dan mengingatkan banget agar anak duduk posisi bersila.
Kenapa?
1. Posisi bersila baik untuk perkembangan postur tubuh. Sementara posisi duduk anak yg biasanya kakinya bentuk huruf W, akan pengaruh ke tulangnya. Bersila akan melatih anak duduk tegak juga
2. Dengan duduk bersila, anak akan lebih susah kabur 😂
Eh tapi ini betul.. Posisi W biasanya anak lebih mudah beranjak dari duduknya, sementara dengan posisi bersila kita bisa memprediksi kapan anak akan melakukan gerakan dan bisa mengarahkan ulang perhatiannya ke kegiatan
Hope it helps yaak 😘😘
Halo Mba Firda
Aku coba bantu sepengetahuan aku yaap
1. Maksudnya learning area yg cultural kah mba?
Ini bisa anak diajak eksplor langsung ke alam, bagus malah 😍 Untuk sekolah montessori sendiri ada beberapa alat yg digunakan buat menghadirkan sisi kehidupan meskipun by indoor
2. Untuk anak usia setahun, nikmati saja prosesnya yaa mba 😁 Bisa jadi anak masih menikmati proses eksplorasi mandirinya. Pengenalan shapes and colours sendiri sudah masuk area bahasa sebetulnya, bisa jadi kita sbg directress butuh untuk mundur dan mengulang di EPL dan persering sensory play-nya dulu.
Diferensiasi warna pada anak bisa dilatih lewat sensory play yap
3. Tidak perlu takut anak kurang stimulasi kok mba, selama kita membiarkan mereka bermain dan eksplorasi secara aman 😁 Anak di bawah usia 2th tetap akan terstimulasi selama inderawi mereka aktif karena mereka belajar lewat sensory yaa.. Tetap sediakan aktivitas yg sesuai dgn usia dan ketertarikan mereka ❤
Wa'alaikumussalam wr wb
Mba Halida salam kenal yaa
Untuk kurikulum sih fleksibel yah, mau pakai yg mana dan menganut sejauh apa. Tapi patokan official milestone anak kurleb kita kembalikan ke KPSP lebih baik
Tapi memang usia 2th up, di mana anak sudah mendekati usia masuk sekolah sebaiknya kita persiapkan anak dgn kegiatan yg lebih terstruktur dan terencana tanpa memberatkan anak (dalam arti tidak memaksa)
Jangan sampai nanti ujug2 kita menyekolahkan anak dan berharap mereka lancar memegang pensil, baca tulis, atau betah dengan kegiatan belajar tanpa pernah kita perantarai lebih dulu untuk menyukai kegiatan yg membutuhkan fokus dan keterampilan motorik halus
Anak suka bermain, kita temani itu bagus. Tapi alangkah akan lebih bagus lagi kalau kita mengarahkan anak ke jenis kegiatan yg menstimulasi diri anak ❤
Dududu kalau di Montessori sepemahamku, kegiatannya ga ada patokan usia mba cuma yaa memang anak dikuatkan dulu basic EPL dan sensory-nya
Kalau membaca, di Montessori pun step nya cuma pink series, red series lalu green series
Kalau menghitung, dimulainya dari pengenalan bentuk angka dulu pakai sandpaper number. Jadi anak mengenal angka dan bentuknya dulu baru ke kuantitas
Yg bikin matematika jadi momok seringkali kan anak belum selesai memahami konkritnya lalu sudah masuk ke abstrak hitungan
Nah kalau Montessori mengenalkan math dari wujud angkanya dulu baru nanti ke kuantitas hitung sederhana seperti spindel box
Ini nanti lanjut di bahasan per area aja yaak
Nah ini cucok meong pertanyaannya 😂
Mentor aku pernah menyampaikan bahwa, over stimulasi pada anak juga ngga bagus karena anak ga akan fokus pada apa yg menjadi topik utama penyampaian kita
Aku ambil contoh puzzle huruf yg banyak di pasaran yah. Tujuan kita membawakan puzzle huruf ke anak apa sih? Untuk mengenalkan huruf kan yaa
Tapi toh banyak kita temui puzzle dengan komponen berikut:
1. Puzzle terlalu banyak warna
2. Font huruf tidak homogen
3. Banyak tambahan animasi
Mata anak menangkap banyak informasi dan ketidakberaturan sehingga over stimulasi, jadinya yg tadinya kita bermaksud mengenalkan huruf, anak malah terdistraksi dengan komponen lain
Sifat alat yg baik untuk pembelajaran adalah, satu stimulasi dalam satu waktu
Eitss, kadang cepet sekolah juga bukan solusi untuk kebutuhan anak mbaa hihi..
Bisa jadi ini masuk bahasan over stimulasi karena anak salah menangkap apa yg ingin kita sampaikan
Itulah kenapa, setiap apparatus montessori standar dibuat dalam warna, bentuk dan bahan sederhana. Karena Montessori ingin menyampaikan inti pembelajaran pada anak tanpa banyak distraksi
Halo Mba Ilak Hasyim
Alhamdulillah udah konsisten yaah montessori di rumahnya 😍
Pada dasarnya semua manusia adalah zoon politicon yah, kita saling membutuhkan orang lain untuk interaksi positif. Even dalam game daily seperti The Sims pun, karakter ada social needs yang harus difasilitasi (issh maap dulunya aku suka gaming 🙈)
Respon anak berupa atensi ke teman2 nya yang sedang bermain bersama bisa jadi adl bentuk ketertarikannya pada manusia lain
Tapiii, sekolah belum tentu solusi. Ada banyak "arena" lain untuk memfasilitasi anak bersosialisasi
Bisa dengan membawa anak ke TPQ, ke masjid, ke pengajian rutin, ke taman bermain atau tempat lain dimana banyak orang berkumpul dan berkegiatan bersama mba 😊
Kalau memang ada pertimbangan menunda sekolah, orang tua perlu menyiapkan opsi lain untuk ruang pergaulan anak yaa
Nafila Rahmawati:
Eh iya, tambahan sedikit
Sebetulnya semua yg ada di sekitar anak adalah media belajar bagi anak yaa.. Jadi ngga perlu saklek harus memenuhi identitas apparatus Montessori
Tapi kembali lagi ke orang tua, apakah dengan budget pengeluaran kita akan habiskan untuk fasilitas mainan yg sekedar hiburan atau yg ada esensi pembelajaran
Kurikulum Montessori
Part I: Exercise of Practical Life
Sepele. Itulah yang seringkali dirasakan oleh para pencicip Montessori ketika pertama kali menjumpai kegiatan EPL. Sayapun demikian, melihat buku yang isinya kumpulan kegiatan menuang, memeras dan meronce, terbit dalam hati rasa "serius ini buku begini aja?"
Begitu dipraktekkan langsung dengan anak, byar seketika. Tidak semudah yang dibaca.
Ada kalanya kegiatan yang kita siapkan tidak menarik minat anak, ada kalanya anak berminat tapi salah mengartikan ekspektasi orientasi kegiatan dan mengacak-acak bahan. Lapangan selalu menyajikan banyak cobaan.
EPL atau area kemandirian anak, dikembangkan menjadi satu area pembelajaran paling dasar dalam Montessori. Kenapa? Karena melalui EPL lah, anak bisa mengatasi kebutuhannya sendiri, mengasah kekuatan dan koordinasi anggota tubuh mereka sebelum digunakan untuk belajar materi tambahan lain.
Kepercayaan diri anak terbangun lewat praktik EPL yang berulang dan konsisten. Anak menemukan ritme tubuhnya, menormalkan pacu ototnya untuk kegiatan yang membutuhkan kontrol diri. EPL juga melatih fokus dan kesabaran anak sehingga menjadi modal untuk maju ke area pembelajaran lain yang membutuhkan konsentrasi lebih.
EPL membangun konsentrasi, koordinasi gerakan anggota tubuh, kemandirian serta keteraturan yang semuanya menjadi dasar untuk proses belajar.
Dua poin penting yang saya pelajari selama mempraktikkan EPL di rumah:
1. Tidak perlu berharap kesempurnaan dari anak. Karena tiap anak mempunyai ritme dan gaya belajar masing-masing
2. EPL adalah limit kontrol diri yang konkrit bagi orang tua yang membersamai anak
Beberapa kegiatan sering diulang dalam EPL, seperti menuang air dari teko ke gelas, menggunakan capitan untuk memindahkan benda kecil, dan juga meronce.
Kegiatan ini amat sederhana jika kita bandingkan dengan stimulus dalam sensory bin yang lebih membutuhkan effort dalam penyediaannya. Tapi ternyata, manfaat dari kegiatan tersebut di atas amat fundamental dan mempengaruhi kualitas kerja anak ke depannya.
Montessori mengedapankan latihan "pincer grisp" atau kekuatan jepitan jari dalam EPL. Hal ini karena jepitan jari ini lah yang nantinya akan sangat digunakan dan menjadi modal anak untuk belajar menulis serta membantu anak dalam banyak kegiatan lain sehari-hari.
Untuk mengawali kegiatan, disarankan juga selalu memulai dari kiri ke kanan karena berkaitan dengan refleks menulis yang juga dari kiri ke kanan. Misalkan, kegiatan mentransfer manik-manik dimulai dengan menyendok dari mangkuk di sebelah kiri lalu dituang ke mangkuk sebelah kanan.
Ada empat area utama dalam EPL:
1. Care of Self (merawat diri sendiri)
2. Care of The Environment (menjaga lingkungan)
3. Development of Social Relations, The Grace and Courtesy Exercise (Tata Krama)
4. Control of Movement (kontrol gerakan)
Hal yang perlu diperhatikan ketika mempersiapkan EPL:
1. Adaptasi unsur/muatan lokal
2. Kelengkapan material dan cadangan
3. Diferensiasi material
4. Pemisahan area
EPL diperagakan kepada anak, bukan dijelaskan. Usahakan agar yang menjadi fokus adalah kegiatannya, bukan gurunya.
Dalam memperagakan EPL, directress sebaiknya duduk di sisi tangan dominan anak. Jika anak sering menggunakan tangan kanannya untuk beraktivitas, maka directress sebaiknya duduk di samping kanan anak ketika melakukan presentasi. Jika anak melempar isyarat "yes or no" untuk afirmasi salah atau betul atas kegiatannya, directress cukup memberikan body language encouragement tanpa komentar verbal.
Presentasi sangat penting untuk dilakukan dengan tepat di depan anak, secara urut sesuai siklus kerjanya (mulai dari menyiapkan alas kerja - mengambil alat - bermain dengan alat - mengembalikan alat - merapikan alas kerja)
Siklus kerja yang dipresentasikan seperti ini akan menarik minat anak untuk memperhatikan dan mengobservasi sehingga mengaktifkan mirror neurons dan menyambungkan simpul saraf di dalam otak. Seringnya anak melihat hal yang sama, akan menjadi memori jangka panjang yang kemudian mengendap menjadi satu keteraturan di da
lam diri mereka
Jangan lupa menyediakan alas kerja untuk kegiatan EPL yang menggunakan material yang berpotensi tercecer, berserakan, atau terdiri dari komponen kecil. Hal ini untuk mengingatkan anak bahwa kebebasan mencoba permainan tetap memiliki batasan dan tanggung jawab bagi anak.
Menyimpan apresiasi dan ucapan terima kasih kita kepada anak karena telah berkenan mencoba dan berusaha, untuk dilakukan di akhir sesi kegiatan. Agar kita tidak mendistraksi konsentrasi anak dan menjadikan mereka terlalu cepat merasa puas.
EPL di rumah sebisa mungkin dirancang untuk menyajikan pengalaman kehidupan nyata kepada anak dengan materi / perkakas kerja sungguhan (bukan sekedar model mainan atau versi plastik). Meskipun bukan mainan, sebaiknya materi ini disediakan dalam ukuran kecil yang accessible bagi anak sehingga anak dapat menggunakannya kapanpun mereka ingin.
Untuk setiap kegiatan EPL, directress perlu menemukan metode paling efisien sekaligus efektif untuk dipresentasikan pada anak tanpa banyak kata-kata.
Cobalah mempraktekkan lebih dulu satu kegiatan dengan sangat perlahan, cacah dalam gerakan sederhana dan menuliskannya (seperti tahapan membuat resep makanan). Garis bawahi langkah yang penting, tunjukkan masing-masing langkah dengan jelas pada anak dan beri penekanan pada langkah yang penting.
Jika anak telah memperhatikan presentasi namun masih gagal mencapai tujuan ketika mencoba sendiri, koreksi kembali presentasi kita. Kemungkinan ada langkah inti yang terlewatkan sehingga perlu pengulangan presentasi dengan penekanan.
Disusun Oleh
Nafila Rahmawati | 2017
FB: Nafila Rahmawati
IG: @nafilandscape, @khayli_montesstory
Sumber Bacaan:
1. Modul Workshop Montessori At Home, Rumah Aruna
2. The Absorbent Mind, Maria Montessori
3. Metode Pengajaran Montessori Tingkat Dasar, David Gettman
Beberapa contoh presentasi dalam Montessori
Menuang
https://youtu.be/3kKfCN26HNM
Memeras Spons
https://youtu.be/otroz0_RkKE
Memotong
https://youtu.be/cqwKCP2ffbQ
Menggunting
https://youtu.be/LAwwjY8XkXk
Menyendok
https://youtu.be/r66auVZx35k
Sehari biasanya aku fokus satu kegiatan montessori mba, tapi ada scope and sequence-nya. Misal menuang, aku mulai dari menuang kering, lalu menuang basah jug to jug, jug to two identical glass lalu naik ke jug to glass with limit. Atau kalau meronce, dari tusukan meronce lidi dulu ke pipe cleaner lalu ke benang
Intinya bertahap derajat kesulitannya.
Ini biasanya bisa makan waktu satu jam lebih dengan pengulangan, dan catatan anaknya tetap ditawari apakah masih tertarik melanjutkan aktivitasnya atau mau udahan
In case of "ngga mood" yaa akunya yang harus legowo mengganti jadwal. Body language anak pasti kelihatan mulai malas atau bosan, biasanya malah gelendotan atau mulai ngga fokus dan kualitas kerjanya menurun
Kalau ngga mood-nya di tengah aktivitas, tinggalkan aktivitasnya sambil sounding "kalau nanti Khayli kepengen main lagi, bilang Bunda ya"
Aktivitas penggantinya yaa bermain bebas, sambil beberapa menit kemudian ditawari lagi alternatif penggantinya. Usahakan punya back up plan yang lebih menarik dari aktivitas pertama 😁
Baca buku termasuk kegiatan break kami juga kok
Sedikit koreksi, pincer grisp mungkin yang dimaksud ya.. EPL pada dasarnya kegiatan yang menguatkan pincer grisp, sehingga butuh diulang secara kontinyu. Bisa ditelateni kembali kegiatan menuang dengan genggaman yang tepat, meronce, dan mencapit dengan capitan (besar maupun kecil) pada benda-benda yang teksturnya licin, serta mentransfer air ke wadah menggunakan spons
Intinya repetisi dan komitmen untuk kontinyu melakukan EPL secara bertahap yaa. Good luck Mba ❤
1. Sebenarnya situasi seperti ini bisa dihindari dari awal dengan menerapkan komunikasi efektif pada anak. Jadi kita sbg directress tidak ujug-ujug membawa nampan dan presentasi di depan anak. Ada tahapan kita menatap anak sejajar mata kita dan mengatakan pada mereka dalam suara rendah bahwa kita akan melakukan presentasi
Misal :
Ambil posisi di sisi tangan dominan anak, tatap mata mereka dan rendahkan suara kita (tujuannya untuk membuat anak lebih menyimak dan menurunkan lonjakan energi anak yang berlebih untuk bisa fokus)
"Khayli, Bunda akan tunjukkan cara bermain menuang. Tolong perhatikan ya"
Lakukan presentasi lalu tawarkan pada anak apakah mau mencoba
Kondisi anak yang terburu mengambil alih presentasi memang berarti anak tertarik, tapi meskipun menganut prinsip kebebasan, dalam Montessori ada freedom with limit dimana anak tetap harus diarahkan dengan penuh kasih sayang tentang siklus kerja.
2. Montessori memberikan anak-anak bahan sesungguhnya yang kita gunakan sehari-hari untuk alasan berikut:
- membiasakan anak dengan dimensi, berat, tekstur dan genggaman nyata yang dibutuhkan dalam kegiatan sehari-hari. Bayangkan jika anak terbiasa berlatih menuang dengan teko plastik yang ringan tapi ternyata ketika beranjak lebih besar ia harus bisa menuang dengan teko keramik. Pengalaman estimasi yang dia dapatkan ketika kecil ternyata tidak berguna untuk diaplikasikan ketika ia lebih besar. Montessori membiasakan anak dengan pengalaman nyata.
- teori respect for the child, dalam Montessori selalu dikedepankan sikap menghargai anak sebagai individu yang utuh. Penggunaan alat sungguhan adalah bentuk konkrit kita memberikan kepercayaan kepada anak, bahwa anak juga mampu mengoperasikan peralatan sebagaimana orang dewasa menggunakan. Dengan diberi kepercayaan, anak akan tumbuh dengan karakter percaya akan kemampuan diri sendiri dan mandiri
Montessori memang jenis kegiatan yang ditujukan untuk anak 2th ke atas Mba, mengingat orientasi kegiatannya untuk mengembangkan kemandirian dan rasa percaya diri anak.
Untuk kegiatan Montessori bagi usia di bawah 2th kebetulan saya belum mempelajari secara khusus, sepengetahuan saya biasanya pada usia sebelum 2th anak perlu diperkaya stimulasi motorik kasar dan stimulasi inderawinya.
Di salah satu sekolah Montessori yang pernah saya kunjungi, anak di bawah usia 2th difokuskan pada latihan bergerak untuk mensupport movement mereka di rentang usia selanjutnya
Jika ada yang punya pengalaman Montessori untuk anak under 2th silakan berbagi yaa 😊
Terkait cara membacakan buku untuk anak under 2th sebenarnya justru jauh lebih mudah ketimbang membacakan buku untuk balita karena gerakan mereka masih terbatas dan mudah tertarik dengan visual, audio atau ekspresi pendongeng yang menarik.
Sedikit tips dari saya, jangan membacakan buku dengan cara "textbook". Serap inti ceritanya dan sampaikan dengan bahasa sederhana, intonasi yang naik turun, ekspresi berubah dan libatkan anak dalam kegiatan membacanya. Ajak mereka menunjuk objek dan mengucapkan dengan jelas (pelankan gerakan mulut kita).
Pahami apa kesukaan anak lalu leburkan hal kesukaan mereka dalam buku yang kita bacakan. Vice versa, pilih buku yang sekiranya menarik perhatian anak lalu bawakan dengan cara yang paling menyenangkan.
Sebagaimana proses dalam Montessori, tidak perlu terburu dengan hasilnya, dalam hal ini ekspektasi kita agar anak suka buku. Nikmati dulu dan jalani prosesnya. Karena sebaiknya, anak bukan hanya diarahkan untuk suka buku melainkan suka membaca (yang akan mengantarkan mereka pada integritas untuk selalu meng-cross check kevalidan dan kesahihan materi yang mereka baca, tidak hanya sekedar buku)
Halo Mba Maya
40 bulan berarti sekitar 3 tahun yah, usia yang pas untuk dikenalkan EPL dan sensory dari Montessori.
Sedikit mengingatkan kembali bahwa tujuan pendidikan adalah membuat anak merasa nyaman dan senang selama mereka menjalani proses pembelajaran. Ada banyak sekali jalan menuju Roma, demikian pula banyaknya jalan menuju tujuan pendidikan. Montessori hanya bagian dari cabang jalan tersebut, satu pilihan metode yang memberikan guidance dan tuntunan kepada praktisi pendidikan dengan cara konvensional namun tepat guna.
Jika dirasakan bahwa anak Mba Maya selama ini sudah bisa menyerap pembelajaran melalu metode pilihan materi yang disediakan di rumah, berarti pembelajaran yang disediakan sudah memenuhi prinsip "berpihak kepada anak" dalam artian anak bisa menikmati. Namun perlu dikembalikan kembali ke fungsi pembelajarannya, apakah anak sekedar menikmati dan have fun atau juga menyerap intisari dan maksud dari pembelajaran yang diberikan.
Kenapa Montessori mengembalikan cara-cara yang agak kuno dan terkesan kurang menarik, karena yang ditekankan dari kegiatannya adalah keterampilannya.
Untuk kegiatan DIY playdough, slime dan kinetic sand sebetulnya juga masuk ke area sensory Montessori. Anak dipersilakan mengeksplor variasi tekstur.
Jika memang ditemui kondisi anak nampaknya kurang menikmati EPL yang sederhana, bisa dicoba dengan meng-combine EPL dan sensory play
Memindah beras bisa coba divariasi dengan beras yang sudah diberi pewarna, begitupun dengan air divariasi dengan air berwarna atau bahkan variasi jenis cairan (susu, minyak dsb). Kebanyakan anak memang lebih tertarik dengan sensory play karena sifat permainannya yang lebih dinamis, namun orang tua harus kembali mengingat manfaat dari kegiatan yang dilakukan anak apakah hanya untuk kepuasan sementara atau kemandirian jangka panjang.
Anak kita memang bukan milik kita, namun tugas kita mempersiapkan mereka dengan bekal kemandirian sebanyak yang kita bisa. Semangat yaa Mba ❤
Halo Mba Marlitha
Untuk EPL sejauh aku membaca ngga ada urutan harus yang mana dulu. Terutama untuk kegiatan menuang, meronce, menjimpit mereka satu level untuk menguatkan pincer grisp
Cuma yang harus diperhatikan memang scope and sequence-nya. Jadi menyediakan level kesulitan untuk menantang anak perlu kita mulai dari yang paling mudah dulu agar anak tidak terlanjur cranky dan ngambek karena merasa kesulitan. Selamat mencoba yaa ❤
Sami2 Mba Maya, hope it helps yaa
Nah kalau membuat mainan dari kardus dicek lagi aja, yang banyak menginisiasi gerakan membuat pola, menggunting dsb apakah anaknya atau ibunya 😁
Untuk kegiatan yang dikategorikan masuk dalam lingkup Montessori kurang lebih mengandung unsur sebagai berikut:
- satu stimulasi pada satu waktu dalam pilihan 5 area kurikulum Montessori (kasus unik untuk EPL yg dicombine dgn sensory play tadi yaa, karena tujuan pertamanya menarik minat anak dulu)
- kegiatan mengandung pesan respect for the child, memposisikan anak terlebih dahulu bahwa mereka bisa
- menggunakan peralatan sungguhan yang kita pakai sehari-hari
- kegiatan menyediakan control of error sehingga ketika anak melakukan kesalahan, anak dapat langsung menyadarinya
- kegiatan menstimulasi anak untuk mencari problem solving
Adakah yang bersedia menambahkan 😊
Halo Mba Dian
Maaf baru online tele lagi yaa, untuk grup Montessori Newbie ini biasanya aku sediakan waktu Kamis-Jumat buat nengokin grupnya 😁
Ngapunten, di rumah cuma sendirian megang anak hehee
Dua anak yg jaraknya ngga terlalu jauh bisa dibarengin kok mba mainnya. Kalau dirasa si Kakak sudah cukup bagus EPL dan sensory-nya bisa masuk ke area bahasa dan matematika untuk persiapan masuk TK
Kalau kakak dirasa masih perlu bermain di area motorik halus, bisa barengan adek main EPL (menjimpit, meronce, menuang dsb).
Biasanya kalau yg lebih tua main bareng yg lebih muda, mereka lebih cepat menguasai materi dan tergerak membantu yg lebih muda
Di sekolah Montessori sendiri biasanya kelas anak usia 3-6th akan dicampur buat memfasilitasi interaksi nyata antara yg senior dan junior
Detail kegiatan EPL atau sensory nanti coba aku kirim fotonya menyusul yaa mba 😊
Wa'alaikumussalam Mba Iin, salam kenal..
Iyap, sebetulnya basic kegiatan Montessori adalah EPL tadi yg sering kepakai sehari-hari. Cuman kalau di Montessori ada guidance untuk presentasi sehingga lebih terarah, adaptasinya di rumah yaa nanti kembali lagi sama value tiap rumah yaa
Montessori juga mengembangkan basic kegiatan EPL tadi ke area lain, menjadi pembelajaran bahasa matematika dst (nanti dibahaa dikit)
The whole package, jadinya Montessori mengenalkan cara belajar ke anak yang harusnya menyenangkan dan konkrit (anak mengoptimalkan inderanya) alih2 anak cuma diam dan mendengarkan secara pasif
Selamat belajar bareng yaah mbaa di sini, paling tinggal 2 minggu lagi materinya 😁
Nafila Rahmawati:
Mba Dian, alhamdulillah anaknya tertarik dengan kegiatan yang disediakan ibunya ya. Justru sensitive period seperti ini yang harus dimaksimalkan betul karena dengan memanfaatkan sensitive period, anak dapat menyerap pembelajaran tanpa ada rasa terpaksa
Temukan jadwal harian di rumah kapan sekiranya anak dalam kondisi fresh dan tidak mengantuk untuk bermain (misal) pompom dengan terarah. Sehingga anak dapat menyimak rules permainan dan menerapkan sesuai arahan. Sebaiknya memang orang tua menemani dan menyediakan variasi bermain pompom agar anak tidak bermain random 😁
Ragam permainan pompom sendiri bisa dikumpulkan dari pinterest lalu disesuaikan dengan metode Montessori apa yang ingin dipakai di rumah. Intinya, sebisa mungkin ketika anak sedang gandrung mengeksplor sesuatu, sediakan diri kita untuk ada sebagai tour guide anak
Tetap perhatikan batasan untuk kebutuhan biologis anak seperti makan dan tidur yaa. Untuk alokasi mengerjakan pekerjaan domestik, coba dirembug lagi bersama suami untuk berbagi tugas mengingat fungsi utama Ibu di rumah salah satunya adalah juga sebagai ummu madrasatul ula 😊
Sebetulnya ukuran anak overstimulasi adalah per kasus ya, jadi akan beda tiap anak. Overstimulasi sendiri terjadi jika ada tumpukan kualitas yang harus dibedakan anak dalam kegiatannya (misal balok geometri warna-warni, anak kadang bingung untuk mengklasifikasi berdasar apa)
Untuk kegiatan EPL berupa menjepit varian huruf yang dipakai sebagai apparatus area Bahasa, aku rasa yang demikian tidak termasuk overstimulasi 😁
Halo Mba Laila!
Aamiin, semoga yang ada di grup ini juga bisa berbagi ilmu seadanya untuk teman lain yang belum kenal Montessori yaa
Betul berempati bisa include dalam social relations dan tata krama. Inti dari berempati adalah kemampuan merasakan dan mendengarkan apa yang terjadi di luar entititas tubuh kita.
Dalam Montessori kemampuan seperti ini dikembangkan lewat permainan Silence Game. Anak diajak untuk menenangkan diri, diam bergeming tanpa suara tujuannya untuk menyadari bahwa ada banyak suara yang tidak mereka sadari sebelumnya.
Menciptakan keheningan mengasah intuisi anak bahwa ketika mereka mencoba "mentiadakan dirinya" mereka bisa menemukan persepsi lain di luar diri mereka. Ada suara burung, gemuruh angin, bunyi pesawat di kejauhan dll. Perlahan anak merasa dia adalah bagian dari jagat raya yang luas beserta isinya.
Silence game secara tidak langsung mendorong anak untuk turut andil dalam upaya komunitas, observasi yang lebih dalam atas hal-hal yang terjadi di dalam maupun di luar diri anak yang sebelumnya kurang disadari
Halo Mba Titin,
Sejauh yang saya pelajari Montessori mengenalkan bahasa Ibu lebih dulu baru beranjak ke bahasa lain saat anak sudah melewati Green Series (penjelasannya ada di di PDF Area Bahasa)
Tapi memang dikembalikan lagi ke value tiap keluarga dalam mengajarkan huruf hijaiyah dan pelafalannya.
Penyebab anak salah menirukan ucapan perlu dicari root problem-nya.
Bisa jadi anak salah mengucapkan karena memang sebatas menghafal dan kapasitas hafalannya belum terbiasa untuk yang panjang. Kadang masalahnya bukan pada seberapa sering kita memperdengarkan pada anak, tapi sebagaimana efektif kualitas penyampaian kita pada anak. Ini tentunya butuh koreksi pribadi 😁
Untuk anak auditori mungkin akan lebih mudah menyerap hanya lewat indera pendengaran mereka, namun anak tipe pembelajar yang lainnya membutuhkan pendekatan yang berbeda agar suatu informasi terekam baik.
Pembelajaran bicara terjadi melalui kegiatan menyimak gerakan bibir ketimbang mendengar. Sehingga mengajarkan anak pelafalan, disarankan mengulang per kata sejelas mungkin dalam ritme yang lambat.
Bisa juga dicoba anak dikenalkan dengan Sandpaper Letter khusus huruf hijaiyah dengan artikulasi pengucapan yang tepat lebih dulu sebelum dikenalkan langsung ke tahap menghafal surah.
Semoga dimudahkan Allah yaa mba 😊
Halo Mba Maya,
It doesn't matter mba.. Kalau aku bilang bukan salah persepsi, cuma butuh ekstensi persepsi hehehe
Membuat anak suka buku adalah pintu pembuka membuat anak suka membaca, insya Allah. Karena membacanya anak yang sudah terbiasa dengan buku dari kecil, termasuk juga membaca gambar, simbol, lambang yang akan menstimulasi mereka untuk mendeskripsikan jauh dari tekstual buku.
Pun aktivitas membaca sebetulnya nanti akan lahir dari banyak arah. Saya ingat ketika kecil, suka sekali membaca papan nama di jalanan dan nama warung untuk men-challenge kecepatan mengeja dengan laju kendaraan 😝
Suka membaca tidak harus selalu lahir dari buku, buku hanya salah satu media mayornya. Justru anak akan overwhelmed kalau pada saatnya dia bisa membedakan huruf lalu langsung disodori buku cerita.
Beda kasus kalau bukunya seperti model Oxford Reading Tree yang memberi level pada pembaca baru.
Membuat anak suka membaca adalah dengan mengajak mereka masuk ke serunya mengeksplor per huruf, per kata, menemukan makna dan realita bendanya lalu menggabungkannya menjadi satu pemikiran utuh. Siklusnya seperti yang aku tulis di PDF yaa
Montessori mengajak kita, directress, untuk menghadirkan kualitas di atas objektivikasi. Sehingga dalam literasi, anak kita ajak untuk suka membaca lewat pengalaman bertahap tidak hanya merendahkan aktivitasnya menjadi sebatas suka objek buku
Sandpaper letter dipakainya dengan cara menggerakkan jemari (terutama ujung jari telunjuk) ke huruf amplasnya mba Maya
Sehingga jari anak merasakan perbedaan tekstur, merasakan lekukan dan sudut tiap huruf dan secara otomatis sudah belajar cara menulis huruf tanpa harus melewati latihan dengan garis putus2
Wait aku carikan video SPL yah
Nafila Rahmawati:
Sedikit masukan teknis dariku ya mba, karena kita sedang belajar Montessori jadi aku bahasnga based on teori dan filosofi Montessori 😁
1. Alas kerja, bisa disiapkan nampan atau alas gulung agar anak belajar tentang konsep ruang kerja. Kalau ada material yang tercecer di luar alas kerja, directress sounding ke anak agar tetap menjaga materialnya di dalam alas kerja
2. Posisi duduk, biasakan anak agar duduk dalam posisi bersila agar tidak mengganggu fleksibilitas gerakan anggota badan lainnya
3. Untuk kegiatan menuang, mentransfer, menyendok dll dalam EPL sebaiknya dibiasakan alurnya dimulai dari kiri ke kanan. Hal ini untuk menyiapkan anak pada kegiatan menulis yang juga dimulai dari kiri ke kanan.
Untuk video alma, nanti bisa diulang dengan mencontohkan gerakan mulai dengan menyendok dari mangkuk sebelah kiri untuk dituang ke sebelah kanan yaa
4. Kuantitas, untuk balita sebaiknya materi yang disediakan cukup sedikit aja agar anak tidak bosan mengulang aktivitasnya. Beras yang disediakan dalam mangkuk cukup diisi untuk sekitar 3-5x sendokan agar anak ngga bosan ketika harus mengembalikan beras dari mangkuk kanan ke kiri
5. Presentasi dan directress, nah sebetulnya yang perlu dikirim juga video presentasi ibunya nih hehehe.. Ketenangan dan ritme kita dalam mempresentasikan sesuatu ke anak adalah faktor penting untuk performa kerja anak.
Dalam Montessori directress tidak perlu memberi komentar atau arahan ketika anak sedang bekerja, gunanya untuk menjaga konsentrasi dan rasa percaya diri anak
After all, untuk anak under 2th alma sudah menunjukkan ketertarikan dan usaha yang bagus yah mba. Ibunya pun sudah mengupayakan Montessori activity sejak dini
Keep up the good work 👏👏👏
Nafila Rahmawati:
DIY mah bebas yaa, silakan disesuaikan dengan kondisi masing2 keluarga 😁
Kertas amplas sebetulnya easy to cut juga, bisa beli yang ngga terlalu kasar agar tidak melukai tangan anak. Tapi kalau suka yang lembut macam kain flanel pun oke
Yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan level tekstur dari cardboard yg jadi alas huruf flanel dan kain flanelnya
Sedikit tricky mengingat cardboard permukaannya biasanya juga halus. Sementara kain flanel pun halus.
Sudah dicobakan kah ke Ayesha? Kalau anaknya sudah paham bahwa bermainnya adalah fokus ke kain flanelnya, aku rasa fine2 aja 😁😁
Tidak ada komentar:
Posting Komentar