Kamis, 15 Maret 2018

Homeschooling Rabbani Ayah Ambu Ayeman

Karina Hakman:

☘☘☘☘☘☘☘☘

*بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم*

☘ *Talkshow Online bersama Keluarga Ayeman - HomeSchooler Islami* ☘
Jumat, 16 Maret 2018


*Assalamualaikum Shalihin Shalihat...*

😊

Masih ingat profil keluara Ayeman yang diposting beberapa waktu lalu?

Kalau lupa boleh dibaca lagi dulu ya... hehe.. biar nyambung.. karena insyaAllah kita aman release *TalkShow Online bersama Keluarga Ayeman*...

Silahkan ya... Ada 6 BC, bisa dicek langsung di bawah ini 😊👇👇👇
[16/3 06:51] Karina Hakman: ☘☘☘☘☘☘☘☘

*بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم*

*Talkshow Online bersama Ambu dan Abah Ayeman*

Moderator oleh:
*Teh Karin dan Kang Supri*

*Assalamualaikum wr wb. Ambu dan Abah Ayeman..* 😊🙏

Alhamdulillah akhirnya berkesempatan juga mengundang Ambu dan Abah Ayeman untuk menjadi narasumber di KulWap HomeSchooling Rabbani yang ke-6.

Alhamdulillah kami sudah pelajari sekilas tentang Keluarga Ayeman. Meskipun baru sedikit, sudah banyak sekali hal yang ingin kami pelajari dari keluarga Ayeman.

Hal pertama yang ingin kami tanyakan, dan mungkin mewakili banyak pertanyaan dari teman2, adalah

0⃣1⃣ *Apa yang melatarbelakangi dan memotivasi Ambu dan Abah Ayeman mengambil jalur HomeSchooling bagi untuk Ayeman*?


✨✨✨✨


*Ambu dan Abah Ayeman*:
Waalaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

_Nuhuuun_ kesempatannya. Ambu Abah jawab pelan-pelan yaa teh, _dikeureuyeh_...

Sebelumnya, perlu kami ingatkan dulu bahwa kami adalah orang tua yang sungguh biasa-biasa seperti orang tua pada umumnya, yang sedang berusaha memantaskan diri untuk menjadi shalih shalihah.

Jikalau memang ada kebaikan pada keluarga kami, maka itu adalah kemudahan-kemudahan yang datang dari Allah Azza wa Jalla semata. MasyaaAllahu laa quwwata illaa billah, allahuma baarik 'alayhi.

Sedangkan kesalahan pada diri kami tentu banyak.

Mohon dimaklumi, kami pasangan orang tua yang masih sangat-sangat perlu banyak belajar...

Pahamilah bahwa kami bukan ahli di bidang, pendidikan, tahfidz ataupun parenting.

Kami hanya semata membagikan pengalaman kami membersamai putra kami dalam berislam.

Dari apa yang kami sampaikan, pastikan untuk selalu cek dan ricek ke Al Quran dan As Sunnah as shahihah, yaa.

Jika sesuai, silakan praktekkan. Jika menyelisihi, segera tinggalkan dan ingatkan kami juga.

Syukran wa jazakumullahu khayran ❤

✨✨✨✨✨

*Teh Karin & Kang Supri*:

MasyaAllah... Jzkk utk pengantarnya Ambu dan Abah Ayeman... 😊

Hal ini sejalan sekali dengan salah satu nilai yang diajarkan di HomeSchooling Rabbani.. bahwa Allah telah menciptakan kita unik dan spesial, jad sangat mungkin setiap keluarga berbeda dalam penerapan HomeSchooling di keluarga masing2...

InsyaAllah ya *teman-teman*.. kita akan persiapkan diri untuk:
•  *menyimak*
• *menganalisa*
• *memilah2* mana yang cocok diterapkan di keluarga kita dan mana yang tidak

😊👌

Silahkan dikembalikan lagi kepada Ambu dan Abah Ayeman 😊🙏

✨✨✨✨✨

*Ambu dan Abah Ayeman*:
Menjawab pertanyaan pertama mengenai latar belakang homeschooling bagi Ayeman, kami punya beberapa alasan.

1. Alasan pertama adalah *keinginan kami untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.*

Sekeluarga, kami menginginkan jannah, dan kami sadar bahwa cita-cita ini tidaklah murah, dan tidak mudah dicapai.

Lalu bagaimana kami dapat bersama-sama ke jannah *_tanpa ilmu yang cukup_*, tanpa mengetahui jalan menuju ke sana?

Kami perlu sama-sama belajar dan saling mendukung.

Belajar untuk memiliki aqidah yang kokoh, belajar memahami Quran dan Sunnah, supaya dengan ilmu2 tersebut *kami bisa jadi practising muslims, _bukan yang sekedar tahu ilmunya tapi tidak mengamalkannya_*.

Dan konsep ini belum kami temukan pada anak-anak (dan bahkan dewasa) muslim pada umumnya.

Kami menemukan anak-anak muslim dengan prestasi akademik yang luar biasa, tetapi tidak kokoh memegang prinsip agama. Dengan sangat ringan anak-anak melakukan ketidakjujuran, pacaran, mengumbar aurat... belum lagi melihat apa yang mereka tuangkan di dunia maya. _*Kami tidak akan sanggup mempertanggungjawabkannya di hari perhitungan jika putra kami pun begitu.*_

Kami ingin putra kami siap. Siap untuk menghadapi kehidupannya dan lebih utama lagi, siap untuk menghadapi kematiannya. Dan membekali kesiapan ini tidaklah mudah.

Homeschooling sangat membantu kami sekeluarga sama-sama belajar dan menanamkan nilai-nilai Islam agar bisa mengakar dengan kuat. Agar suatu saat dimana syubhat menyambar-nyambar, kami berharap bisa dengan kokoh memegang kuat prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan dalam Quran dan Sunnah. _*Di saat Ayeman menghadapi hidupnya, dia dapat dengan jelas membedakan benar dan salah, dan dengan mantap memilih jalan yang benar.*_

Kami sadar betul bahwa suatu hari anak kami akan menghadapi dunia dan akhiratnyanya sendiri, tanpa kami orang tuanya. Dan itulah tugas besar yang sedang kami hadapi.

Homeschooling hanyalah satu upaya dimana kami bisa lebih fokus mendidik putra kami dengan prinsip kuat untuk mempersiapkan kehidupan akhiratnya, dan diikuti kehidupan dunianya.

2. Alasan2 berikutnya berkenaan dengan beberapa keuntungan praktis yang bisa diperoleh dengan homeschooling. Diantaranya:

_*memanfaatkan golden moments, exploring passion, menikmati belajar, dan bonding.*_

Putra kami, sebagaimana anak-anak lainnya, seringkali mengalami _*golden moments, saat ia sangat tertarik pada sesuatu*_.

Misalnya, saat ini Ayeman sedang tertarik pada sejarah dunia.

Dengan homeschooling, dimana ia punya jam belajar yang fleksibel, _*dia punya banyak kesempatan untuk menelusuri lebih jauh minatnya tersebut.*_

Walaupun misalnya tidak sesuai dengan kurikulum belajarnya saat ini, kita dapat memberikan kesempatan untuk itu dan menggeser beberapa pelajaran/jadwal lainnya. Selama ketertarikannya masih sesuatu yang syari, mendidik dan bermanfaat, insyaaAllah dapat dilakukan.

Hal ini kemudian menjadi jalan untuk Ayeman meng-explore passionnya, mengenai hal apa yang akan ia dalami lebih lanjut nanti?

Melihat ketertarikannya pada sejarah, karena Ayeman ingin kuliah di Madinah University, saat ini kami sekeluarga berpikir Ayeman akan cocok mengambil jurusan tafsir dan sirah. Tetapi kami masih mengamati perkembangan selanjutnya.

Berikutnya, karena dibiarkan memilih apa yang ingin ia pelajari, dengan homeschooling kami dapat dengan lebih mudah _*merawat kesenangan belajar*_ di keluarga kami.

_*Kami tidak melihat belajar sebagai suatu beban, tetapi sebagai hal yang menarik yang ingin kami lakukan.*_

Sebagai orang tua, kamipun masih perlu banyak belajar karena minimnya ilmu kami. Karenanya, seringkali kami sekeluarga mempelajari hal yang sama.

Kami sebagai orang tua tidak malu mengakui bahwa kami tumbuh dengan pendidikan agama yang kurang, dan bahwa kami mulai belajar sekarang.

 Ini, alhamdulillah, sungguh sungguh menjadi momen yang menyenangkan, Kami belajar aqidah mulai dari dasar melalui program belajar online dan menghadiri kajian2.

Di program online, masing2 punya akun sendiri dan bertanggungjawab atas progress masing2.

Materinya kami bahas bersama, tanya jawab bersama, dan menghadapi ujian masing2. Kami bahas nilai kami masing2 dan evaluasi bersama. Dengan ini, kami tidak hanya mendapat ilmu bersama, tapi juga anak kami dapat melihat bagaimana kami orangtuanya  belajar, saling tertular semangat dan terinspirasi cara belajar, dan kami jadi memiliki ikatan yang kuat di antara kami.

*Abah Ayeman*:

Sedikit cerita dulu awal2 Ambu membuka wacana untuk homeschooling. Yang saya inget, mmm... Apa? Homeschooling? Ga terbayang makhluk seperti apa homeschooling itu. Karena memang saya berasal dari keluarga yang tidak pernah terpapar konsep homeschooling.

Mungkin reaksi saya pas ambu membuka wacana hs ini *sama* dengan reaksi saya saat ambu dulu juga membuka wacana *ga ada tv di rumah*.

Tapi sepertinya saat itu ambu sudah lumayan yakin dengan hs soalnya kemudian ambu menyampaikan alasan-alasan yang kita bahas bersama. Jadi awalnya sih dari ambu.

Diantara beberapa alasan saat itu yang ambu kasih dan kita bahas, misalnya tentang pergaulan. Kalau ga salah saat itu kita sedang periode tinggal di Australia.

Lewat internet kita masih sering dapet update ttg berita di indo. Sering sekali saat itu kita baca, denger betapa mudahnya anak sekolah mendapatkan berita yang tidak cocok buat dia dari teman-temannya. apalagi dengan adanya internet, gampang sekali anak kelas 1, 2 tau 3 sd misalnya saling ngborol tentang konten2 yang sebetulnya (menurut kami) bukan untuk dibahas mereka. Dan berita2, gambar, klip ini sekarang sangat mudah diakses anak-anak. _*Dan saat itu kami bayangkan sangat sulit bagi kita kalau anak dikirim ke sekolah untuk tidak terpapar pergaulan dari teman2nya. Dan juga betapa sulitnya kita memilih teman2 bagi anak2 kita.*_

Bahkan guru pun, dalam pandangan kami, akan kesulitan untuk menjaga pergaulan anak2 kita. Padahal mungkin guru dan kita sebagai orang tua tidak punya konsep dan prinsip yang persis sama dalam hal mendidik anak.

Bahkan, kalau tidak salah, saat itu (mungkin pas Ayeman baru2 lahir atau masih sangat kecil), sampai juga berita ke kami tentang beredarnya video2 tidak jelas di kalangan anak2 sekolah. Dan berita seperti ini menguatkan 'proposal' ambu untuk nanti Ayeman menjalani hs.

Fenomena lain yang saya ingat sempat didiskusikan dan menguatkan untuk menjalani hs adalah fenomena ujian sekolah yang soalnya bocor. Jual beli soal ujian atau kunci jawaban. Dimana sekolah, orang tua, siswa, dan mungkin oknum lain ikut terlibat.

Ini juga sama, kita melihat rasanya sekolah buat kami dan nanti kami ingin buat Ayeman bukan sekedar mencari nilai atau masuk sekolah favorit.

Walaupun terus terang kami sendiri seingat saya waktu kecil berada di lingkungan yang memang seperti ini: Sekolah untuk mendapatkan nilai, masuk sekolah favorit, dapet kerja. Walaupun zaman dulu sepertinya tidak separah sekarang. Soal bisa dibeli, masuk sekolah favorit juga banyak jalan pintas, saat ujian pengawas membiarkan kecurangan, dll.

_*Kami memilih untuk mencoba keluar dari mainstream ini.*_ Dan ini yang dulu jadi alasan di proposal sama ambu.

Berita2 ini makin membuka mata saya, walaupun tentu masih banyak yang saya masih merasa tidak jelas.

Namun singkatnya, semakin hari adanya 'proposal' ambu ini bikin saya membuka wacana2, informasi2 yang bisa membuat menimbang nantinya menjalani hs.

Termasuk yang mungkin sangat kuat mempengaruhi kami saat Ayeman mendekati usia sekolah adalah *'hadiah' quran dari Allah pada Ayeman*.

_*Tanpa rencana dari kami*_, Allah karuniakan Ayeman dengan Quran di usia seminar 3 tahun-an. Ini yang mungkin *merangkum 'riset' kita* tentang hs selama bbrp tahun sebelumnya.

Ketika kemudian kita sadar betapa *mudahnya hafalan quran itu hilang,* kami memutuskan hs jalan terbaik buat anak kami, Ayeman.
[16/3 06:51] Karina Hakman: ✨✨✨✨✨
0⃣2⃣ *Teh Karin dan Kang Supri:*

*MaasyaaAllah..* 🙏 Tentunya mengambil keputusan HomeSchooling memang memerlukan komitmen yang kuat ya.. 👌😊

Ambu dan Abah, Banyak di antara masyarakat yang masih menganggap *anak HomeSchooling susah bersosialisasi*..

Untuk Ambu dan Abah sendiri, ketika memutuskan mengambil HomeSchooling bagaimanakah merespon tanggapan keluarga atau masyarakat terkait hal itu atau tanggapan negatif lainnya?

✨✨✨✨✨
*Jawab 0⃣2⃣*

*Ambu Ayeman:*
*Merespon tanggapan keluarga atau masyarakat terkait hal itu atau tanggapan negatif lainnya*

Homeschooling memang awalnya masih terdengar ajaib di keluarga besar kami masing2, dan tentu ini sangat wajar. Kalaupun belum mendukung atau menyangsikan pilihan kami, itu karena keluarga concern terhadap masa depan Ayeman.

Kami hadapi dengan memberi informasi sebisanya saja. Beberapa hal yang sering menjadi kekhawatiran keluarga adalah:

*1. Aspek legal.*
Bagaimana nanti masa depannya, ijazah, kuliah?
Kami jawab, alhamdulillah setiap siswa HS tetap bisa ikut ujian melalui PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) atau sekolah payung. PKBM menyelenggarakan ujian kejar paket A untuk tingkat SD, B untuk SMP, dan C untuk SMA. Saat anak kira2 berusia setara kelas 4, anak sudah bisa daftar PKBM untuk persiapan ujian nantinya.

Adapun sekolah payung, sangat tergantung Dinas Pendidikan di kota masing2. Ada Disdik yang menunjuk sekolah2 tertentu untuk jadi sekolah payung, ada sekolah yang mengajukan diri untuk jadi sekolah payung dan mendapatkan izinnya, dan ada daerah dimana Disdik tidak mengizinkan sekolah payung. Sekolah payung adalah sekolah biasa yang menerima anak2 HS untuk menjadi murid di sekolahnya, tetapi tidak perlu hadir proses belajar mengajar setiap hari. Mereka hanya datang di hari2 ujian saja.

Jadi, kami tak perlu mengkhawatirkan aspek legal. Pendidikannyalah yang perlu kami khawatirkan.

*2. Kesempatan berteman dan bermain.*
Bagi khayalak umum, HS terbayang sebagai proses belajar di rumah saja, tanpa siapa2 dan apa2 lagi.

Tentu ini mengundang kekhawatiran; apakah dia akan punya teman sepermainan? Perlu diketahui, dengan HS kita dapat mengatur banyak hal, termasuk teman dan bermain. Anak2 bisa ikut beberapa klub, dimana mereka dapat berteman dan bermain.

Sejauh ini Ayeman sudah ikut beberapa klub atau komunitas tempat ia bergaul, misalnya _Sabumi Homeschooling Bandung_ yang merupakan komunitas yang kami ikuti dan kadang anak2 bermain/belajar/jalan2 bersama teman2nya.

Lalu Ayeman pun ikut _Show and Tell Club_, dimana setiap dua pekan sekali anak2 mempresentasikan suatu topik dari buku2 atau referensi lain yang mereka baca.

Lalu Ayeman ikut bela diri Thifan Tsufuk (Kung fu Muslim), panahan, tahfidz dan tahsin. Dari kegiatan2 tersebut Ayeman sudah dapat teman banyak dengan latar yang beragam.

Nilai plus, _*kami dapat mengontrol dengan siapa ia bermain, sebelum ia beranjak dewasa dan bisa benar2 memilih teman2 yang shalih.*_

Tambahan lagi, _*dengan HS kita bisa leluasa melatih life skills anak,*_ dimana anak dihadapkan pada masyarakat berbagai latar belakang: usia, pendidikan, tingkat ekonomi, status sosial dan lain2. Sebagai contoh, Ayeman belajar belanja kebutuhan dapur secara mandiri.

Pengalaman Ayeman bertugas belanja sayur ke warung sayur, dan ini membuat dia terpapar dengan orang2 beragam usia/pekerjaan/budaya dll.

Ayeman bisa bertukar sapa dengan tetangga, om satpam, ustadz dan pengunjung rutin masjid, warga kampung tetangga, tukang sayur, ibu2 yang sedang belanja sayur dan lain2 dengan frekuensi yang sering. Kekayaan pengalaman ini sepertinya sulit didapat oleh anak sekolah yang setiap hari bertemu peer/teman yang homogen: sekelas, seumur, sepengalaman.

*3. Kurikulum.*
Tentu keluarga khawatir putra kami tidak secerdas anak sekolahan. Kami maklumi kekhawatiran ini. Kami jelaskan bahwa kami punya target yang berbeda dari kurikulum pada umumnya. Target utama dalam kurikulum kami adalah iman islam, attitude, baru akademik. Adab sebelum ilmu. Merawat kesenangan belajar. InsyaaAllah anak2 bisa tetap catch up pelajaran2 saat ujian sekolah/UN/kejar paket, karena jika kesenangan belajar sudah tertanam kuat dan berkembang, pelajaran2 tersebut insyaaAllah akan dapat dikejar dengan mudah dan cepat.

Alhamdulillah tidak ada yang intervensi dalam keputusan2 keluarga kecil kami.

Adapun pembicaraan negatif di belakang kami tidak menjadi kekhawatiran kami.

_*Kekhawatiran kami yang terbesar adalah bagaimana kami nanti mempertanggungjawabkan anak ini di hari perhitungan...*_

Selagi masih ada usia, kami berusaha fokus memperbaiki diri2 kami sekarang ini, karena sungguh bekal kami sangat minim 💧💧💧

*Kami ingin punya hujjah di pengadilanNya nanti...*

*Tambahan Abah Ayeman*:
Tambahan dari Abah.

Alhamdulillah, sejauh ini rasanya di lingkungan sekitar rumah, di keluarga besar tidak ada tantangan negatif terhadap keputusan kita untuk meng-hs kan Ayeman. Awal-awal tetangga sekitar rumah, beberapa tanya, eh Ayeman kok nggak sekolah? Saya atau ambu atau ayeman jawab, sekolah di rumah. Ooh homeschooling. Alhamdulillah, Allah kasih kemudahan.
[16/3 06:52] Karina Hakman: ✨✨✨✨✨
0⃣3⃣ *Teh Karin & Kang Supri*:

*MaasyaaAllah...*.. Barakallah untuk keluarga Ayeman...

Dari sejak profil keluarga Ayeman dipaparkan, alhamdulillah banyak sekali dr peserta yang menyampaikan keinginannya untuk bisa mewujudkan *homeschooling yang rabbani dan yang sesuai minat dan bakat anak*..

Dalam berbagai kesempatan, banyak sekali tokoh2 homeschooling yang dianggap sukses ternyata memiliki latar belakang pendidikan tinggi.

Sehingga beberapa pertanyaan yang sering muncul di masyarakat adalah

_1) mungkinkah bagi orangtua yang tidak berpendidikan tinggi untuk melaksanakan homeSchooling?_

_2) Jika mungkin, apa yang diperlukan oleh para orangtua utk menjadi *tokoh pendidik utama* bagi anak-anaknya?_

_3) Dan terakhir, apakah memungkinkan homeSchooling ini dilakukan oleh orang menengah ke bawah? karena penyediaan fasilitas membayar guru (jika ada) dan kegiatan2 privat yang sepertinya cenderung mahal._

✨✨✨✨✨
0⃣3⃣ *Ambu Ayeman*:

*Mungkinkah bagi orangtua yang tidak berpendidikan tinggi untuk melaksanakan HS?*

Sangat mungkin, karena *modal utama HS adalah orang tua yang memiliki komitmen, yang konsisten, yang mau terus membuka diri untuk belajar*. Jenjang pendidikan orang tua bisa dikatakan bonus, tetapi bukan hal utama.

_*Pada setiap diri kita pasti ada ilmu atau keterampilan yang kita miliki*_, yang bisa kita bagikan dengan anak-anak kita.

Bahkan keterampilan rumah tangga sehari-hari: urusan dapur, bersih-bersih, berkebun, mengasuh anak, mengurus hewan peliharaan... semua ini adalah life skills yang sangat berharga untuk dikuasai anak-anak.

Apakah bapak dan ibu dapat membaca dan menulis?

Paham prinsip-prinsip matematika tingkat SD? Ini sudah skill akademik yang sangat mendasar.

Bapak bisa mengetik efektif 10 jari dengan keyboard komputer?
Tambahan skill akademik untuk dibagikan kepada anak.

Ibu bisa menjahit, membuat kue, bahkan berjualan? Ini bonus yang sangat "mewah" untuk diajarkan bagi anak-anak. Bapak dan Ibu menguasai bahasa daerah atau bahasa asing?

Gunakan bersama anak-anak. Pasti ada hal yang bisa bapak/ibu ajarkan.

Prinsip kami adalah, _*explore semua ilmu dan keterampilan yang orang tuanya miliki dan bagikan pada anak, sebelum mengambil sumber luar*_.

 Sungguh kita dapat menemukan banyak hal yang dapat diajarkan kembali.

Di keluarga kami sendiri, kami berharap Ayeman sudah menguasai seluruh resep makanan yang biasa kami masak di rumah kami, sebelum ia melangkah keluar dengan mandiri.

Ini artinya dia akan belajar berbagai keterampilan: merencanakan belanja, menulis (daftar belanja), matematika realistik (hitung uang dalam proses muamalah), manajemen keuangan sederhana, memilih bahan makanan yang segar dan berkualitas baik, bersikap ramah pada orang sepanjang jalan menuju dan pulang dari warung sayur, bertukar sapa, tawar menawar, menyiapkan bahan masakan, keamanan bekerja di dapur, kebersihan makanan, dapur dan ruang makan, masak, menakar rasa, percaya diri... Sungguh banyak sekali!


Belum lagi sisi ruhiyahynya: mensyukuri rezeki hari itu: adanya uang untuk berbelanja, udara segar pagi hari, adanya sayur mayur segar, adab keluar rumah, doa keluar rumah, doa masuk pasar, akhlak baik bersabar, jujur, dll...

Bukankah, jika dilakukan dengan rutin, semua ini dapat membentuk pribadi yang memiliki integritas dan kemadirian? Tidakkah kita memerlukan orang-orang seperti ini?

Padahal, awal dari semua ini hanyalah membagikan skill sederhana saja: mengajarkan anak semua masakan yang biasa dimasak di rumah. Sungguh tidak harus berpendidikan tinggi untuk bisa berbagi ilmu2 ini.

Mungkin perlu saya berikan contoh lain.

Kami, abah dan ambunya ayeman, qadarullah tumbuh dari keluarga yang fokus utama kehidupannya adalah dunia: belajar biar pintar agar nilainya bagus agar dapat masuk sekolah unggulan, lalu masuk perguruan tinggi yang hebat.

Kenapa?

Agar dapat hidup berkecukupan, gaji yang banyak. Melulu urusan dunia.Terus terang, fokus ini sangat menjauhkan kami dari urusan akhirat.

 _*Setelah cukup berumur kami baru menyadari betapa banyak waktu yang telah kami buang untuk dunia*_ yang sangat sebentar dibandingkan akhirat yang selamanya, sedangkan persiapan kami untuk akhirat masih nihil.

Maka kami mulai pelan-pelan belajar. Bayangkan, saat ini ambu mulai belajar Al Quran dari dasar lagi karena keterampilan tajwidnya yang memprihatinkan, makhrajnya berantakan. Belum lagi ketertinggalan di ilmu-ilmu syari lainnya. Abah pun harus belajar sangat banyak. Lalu bagaimana mungkin dengan orang tua yang pengetahuan agamanya seterbelakang ini, Ayeman bisa hafal 15 juz?

Kunci utama adalah *berdoa*, minta sama Allah. Allah udah janji kok akan kabulkan jika kita minta, dan *janji Allah itu pasti*.

Kunci berikutnya *benar-benar berusaha belajar ilmu syari dan amalkan*. Karena, bagaimana mungkin kita berharap doa kita dikabulkan jika kita abai terhadap perintah dan lanranganNya? Berdoa, berusaha, lalu insyaaAllah pasti Allah akan kasih jalan. Kunci berikutnya, lakukan apa yang bisa dilakukan. Apa yang bisa kami lakukan untuk membuat anak mencintai Quran jika kami orangtuanya buka hafidz hafidzah? Kami bisa meniadakan TV dan musik dari rumah, dan menggantinya dengan alunan murratal.

Kami bisa membuat jadwal murajaah rutin dan konsisten menjalani jadwal ini.

Kami bisa periksa dan memperbaiki bacaan Ayeman saat murajaah (walaupun kami harus lihat mushaf karena nggak hafal).

Kami bisa bergembira, saling menyemangati dan bersyukur atas kemajuan-kemajuan hafalannya.

Kami bisa menjadikan interaksi dengan Quran sebagai kegiatan rutin di rumah kami, entah tilawah, menghafal, membaca tafsirnya, membahasnya... Tidak harus menjadi hafidz dulu untuk mendukung anak mencintai dan menghafal Quran.

Mudah-mudahan dapat terbayang dan dipahami, yaa.

*Abah Ayeman:*

Nambahin aja sedikit, karena jawaban dari Ambu kayaknya sudah sangat mewakili. Dulu sempat ada temen lama ngobrol-ngobrol santai. Sampailah obrolan tentang Musa, hafidz Quran di usia yang sangat muda, 6 tahún. "Ohya Musa itu bapaknya hafidz juga ya, beliau sampai rela ganti kerja supaya bisa mendampingi Musa". "Pantes ya, Musa hafidz karena bapaknya hafidz, kalau kita kan jauh dari hafidz". Setelah dipikir2 obrolan ini seperti ringan, tapi kalau sedikit direnungkan rasanya ketika kita bilang bahwa 'pantes Musa hafidz, karena bapaknya hafidz', ada kesan bahwa anak kita mah susah (sekali) jadi hafidz karena kita bukan hafidz. Kemudian saya sempat liat wawancara bapaknya Musa tentang bagaimana Musa dibersamai oleh orang tua-nya, mungkin bagi sebagian orang semakin merasa sulit untuk seperti Musa.

Padahal, sebetulnya kita bisa yang berpikir, ok bapaknya Musa dengan upaya seperti yang dilakukannya bisa bikin Musa hafidz di usia 6 tahun, berarti kalau kita bisa meniru sebagian upaya yang dilakukan orang tuanya Musa, mungkin Allah sudah menakdirkan anak kita hafidz di usia 9, 10 tahun. Tapi kalau kita sudah menutup diri dari awal, sulit bagi kita untuk mengambil pelajaran dari orang lain. Padahal, mungkin memang pengaruhnya besar orang tua hafidz untuk menjadikannya anaknya juga hafidz. Tapi ternyata kalau kita telusuri banyak juga yang orang tua-nya hafidz, anaknya tidak. Atau sebaliknya, orang tanya jauh dari hafidz, tapi anaknya biidznillah bisa menjadi hafidz di usia sangat muda.

Menurut saya, jawaban dari pertanyaan mungkinkah orang tua yang tidak berpendidikan tinggi menjalankan HS untuk anaknya, sangatlah mungkin kalau kita sebagai orang tua tidak fokus melihat orang lain yang pendidikannya tinggi menjalani HS. Jangan sampai kita punya kesan, ya wajar keluarga A ikut HS karena orang tanya 'nyakola', kita mah apa atuh. Ini yang perlu dihindari. Mungkin bagi sebagian keluarga pendidikan orang tua bisa dimaksimalkan dalam menjalani HS, tapi sebagian keluarga lain tidak bisa memanfaatkan pendidikan tinggi orang tuanya. Dan betapa banyak anak HS yang sukses dengan orang tua yang pendidikannya tidak tinggi.

Seperti ambu sampaikan, kita sebagai orang tua punya banyak yang bisa kita ajarkan pada anak kita. Kekuatan yang paling besar dari orang tua, selama ini kita membersamai anak kita jauh lebih banyak dari pada guru atau calon guru di sekolah. Sehingga sebetulnya kita yang paling tahu bagaimana meng-handle anak kita, bagaimana mengajarkan sesuatu. Mungkin sering kita tidak pede. Ini yang perlu dibangun, dilatih. Yang mahal adalah, punya visi mau dibawa ke mana keluarga kita, kemudian menjaga keinginan itu, dan istiqomah. Urusan metoda, cara, pendidikan orang tua, tidak begitu penting dibanding tadi: visi keluarga, komitmen kuat, dan istiqomah. Jalannya sangat banyak, InsyaAllah. Tinggal kita minta ditunjukkan oleh Allah.

Jadi inget juga ketika di Melbourne, ada Ust dari Indonesia datang. Ada kata-kata yang sangat saya inget sampai sekarang "Kalau kita hanya bisa Alif, Ba, ajarkan itu pada anak kita, sebelum kita kirim anak kita ke sekolah Quran, sebelum kita kirim ke Ust." Jadi kalau kita bisa Al-Fatihah, ajarkan itu pada anak kita sebelum kita kirim ke sekolah Quran, sambil kita nambah belajar lagi. Jadi pas anak kita bisa Fatihah, mudah2an kita sudah nambah hafalannya sampai Al-Lahab, misalnya. Kita ajarkan lagi ke anak kita. Itu yang kita lakukan. Walaupun ternyata, karena hafalan kita sangat sedikit, Ayeman cepat sekali menyalip Abah Ambu-nya. Tapi kemudian, kalau dipikir2 kan ketika kita cek hafalan quran anak kita, kita tidak harus hafal ya. Kita bisa cek sambil liat Quran. Ini yang kita lakukan. Jadi dengan modal kita bisa baca Quran, bisa sangat panjang kebersamaan kami bersama Ayeman. Seperti juga sudah bilang, buat kami kenikmatan terbesarnya bukan hafalan Ayeman semakin hari semakin banyak, tapi kita sama-sama punya attachment sama Quran, sama-sama belajar, saling mengingatkan, saling memotivasi. Ini yang lebih nikmat. Punten jangan salah, bukan berarti nambahnya hafalan anak kita tidak bikin nikmat. Justru nikmat sekali, tapi ada yang lebih dari itu. Karena kita sudah merasakan sakit dan sedihnya ketika hafalan Ayeman hilang (nyaris seluruhnya). Yang ternyata hilangnya itu karena interaksi kita yang semakin kurang.

*Apa yang diperlukan oleh para orangtua utk menjadi tokoh pendidik utama bagi anak-anaknya?*

*Ambu ayeman:*

Sepertinya ini sudah terjawab di uraian sebelumnya ya?

Secara ringkas, orang tua perlu:
- Komitmen
- Konsisten
- Kemauan untuk terus belajar
- Menelusuri keilmuan dan keterampilan diri dan mengajarkannya kepada anak
- Melakukan apa saja sesuai kemampuan diri


*Apakah memungkinkan homeSchooling ini dilakukan oleh orang menengah ke bawah? Karena penyediaan fasilitas membayar guru (jika ada) dan kegiatan2 privat yang sepertinya cenderung mahal.*

Sangat mungkin, karena HS pada dasarnya diampu oleh orang tua, bukan guru lain. Bahan ajar bisa didapatkan dari perpustakaan dan sangat banyak di internet. Buku2 ajar resmi bahkan dapat didownload gratis.

 Tidak ada spp, tidak ada uang gedung, tidak ada ongkos, tidak ada uang jajan extra yang harus dikeluarkan. Harga yang sangat mahal yang harus dibayar orang tua adalah mendedikasikan waktu dan komitmen, namun ini tidak dibayar dengan uang.

*Tidak perlu* terpengaruh keluarga yang tampak lebih mapan dan lebih berpendidikan. _*Rezeki yang kita miliki saat ini sudah cukup untuk dijadikan manfaat yang berkah bagi anak.*_

Sebagai contoh, banyak sekali lembaga di luar sana yang menawarkan metoda2 tertentu untuk belajar membaca bagi anak2 kecil, dengan biaya yang sangat mahal. Seringkali tidak terjangkau.

Anak kami alhamdulillah membaca mandiri di usia 3 tahun, tanpa diajari, cuma dibacakan buku setiap hari sambil menunjuk kata2 yang sedang dibaca.

*Biayanya: gratis. Tapi dibayar dengan waktu dan komitmen.*
[16/3 06:53] Karina Hakman: ✨✨✨✨✨
0⃣4⃣ *Teh Karin & Kang Supri:*

*Teh Karin & Kang Supri*:

*Alhamdulillah...*... Jzkk sudah sharing Ambu dan Abah... 😊🙏

Terkait Quran, ada byk pertanyaan yg masuk ke kami dari peserta,  kami cb rangkum jadi 3 dulu... 😊🙏 Semoga sudah mewakili...

(teman2 yang pertanyaannya blm terjawab di sini boleh bertanya di sesi diskusi ya... 😊🙏)

_bagaimana cara mengajarkan tahfizh pada anak usia 3 thn?_

_bagaimana pola mengajar hafalan harian?_

_apakah Ayeman tidak bosan dan tertekan diajak menghafal semuda itu?_

✨✨✨✨✨
0⃣4⃣ *Ambu Ayeman:*

*Bagaimana cara mengajarkan tahfidz pada anak usia 3 tahun*

Tersebab kami bukan ahlinya, kami tidak dapat memberikan saran karena tidak memiliki ilmu yang cukup. Yang dapat kami bagikan hanyalah pengalaman kami membersamai Ayeman.

Perlu dipahami, bahwa kami tidak memulai dengan mengajarkan Al Quran, tetapi mulai dengan menanamkan kecintaan pada Quran. Seperti sudah diceritakan sebelumnya, yang kami lakukan adalah membuat suasana rumah menjadi kondusif untuk menghidupkan Quran.

 *Meniadakan TV dan musik, meminimalisir akses pada screen (komputer, tab, handphone),* memutar audio murratal setiap hari.

Mungkin Bapak Ibu bisa membayangkan, _*anak yang sehari-harinya sama sekali tidak terpapar ingar bingar entertainment, lalu disuguhkan pada lantunan Al Quran. Baginya itu bagaikan sebuah oase.*_

Kami memutar murratal hampir non stop, hingga ia mendengarkannya saat melakukan apapun. Bermain, makan siang, belajar, bahkan tidur. Bangun dalam keadaan mendengarkan Quran lagi. Walaupun tampaknya tidak menyimak, sesungguhnya dia menyimak. Ini terbukti di saat-saat tidak ada suara, ia bersenandung Quran. Dari situlah kami mulai sadar bahwa secara sadar ia 'menyerap' lantunan Quran yang ia dengar.Menghadapi fakta ini, kami lalu mulai membuat program untuk secara rutin memurajaah surat-surat yang ia hafal.

Disamping itu kamipun seringkali membicarakan kisah-kisah dan ayat-ayat Quran dan merujuk Quran saat perlu jawaban. Kami juga carikan video-video (dari Youtube) shalat berjamaah, dimana imamnya membacakan Quran dengan sangat indah. Berangkat dari hal-hal kecil ini, Ayeman seringkali mengajak kami untuk main "shalat-shalatan", dimana ia menjadi imamya dan kami menjadi makmumnya.

Kesimpulannya, di usia tersebut, kami hanya mengandalkan audio murratal yang Ayeman dengarkan setiap hari untuk menambah hafalan, lalu memurajaahnya secara rutin agar hafalannya tidak hilang.


*Bagaimana pola mengajar hafalan harian?*

Sekali lagi, kami tidak mengajar hafalan, hanya mendampingi, menciptakan suasana, membuatkan program. Polanya berbeda-beda tergantung tingkat kematangannya. Yang kami ajarkan adalah iqra dan memperbaiki bacaan Quran sekemampuan kami.

Di usia:
3-5 tahun: memperdengarkan murratal, murajaah, main shalat-shalatan, main sambung ayat. Jumlah murajaah berangsur bertambah seiring dengan penambahan jumlah hafalan

4 tahun: mulai belajar iqra

6 tahun: khatam iqra, mulai baca quran. dengar murratal, murajaah 2 halaman per hari, tilawah 1 halaman per hari, main sambung ayat.

7 -8 tahun: dengar murratal, menghafalkan (hafalan baru) aktif sambil membaca dari mushaf 30+15 menit, murajaah berangsur dari 2 halaman, lalu 4 halaman, lalu sekarang 6 halaman, tilawah 4 halaman (2 halaman dibawah pengawasan, 2 halaman sendiri).

*Apakah Ayeman tidak bosan dan tertekan diajak menghafal semuda itu?*

Tidak, karena dimulai dengan kesenangan dan kecintaannya terhadap Al Quran, jadi tidak dirasa sebagai beban. Ia merasa kehilangan jika tidak nerinteraksi dengan Quran. Ia seringkali menyenandungkan Quran sendiri. Ia merasa sangat senang jika seorang ustadz menyitir ayat yang kebetulan Ayeman hafal, atau saat shalat berjamaah imamnya membacakan surat yang ia hafal. Ia sendiri yang memutuskan bahwa buku favoritnya adalah Al Quran.

Kadang adakalanya porsi Qurannya memang dikurangi di saat-saat sangat lelah, misalnya safar atau ada aktivitas seharian penuh.

Kami sesuaikan, dengan prinsip tidak boleh meninggalkannya sama sekali dalam satu hari.

Kami sudah pernah punya pengalaman buruk dimana hafalannya hilang dalam sekejap, dan kami berusaha tidak mengulangi kesalahan yang sama.
[16/3 06:53] Karina Hakman: ✨✨✨✨✨
0⃣5⃣ *Teh Karin & Kang Supri:*

*Teh Karin & Kang Supri*:

Alhamdulillah... Terakhir Ambu dan Abah, sebelum kita buka sesi diskusi.

Hal lain yang seringkali membuat ragu calon HomeSchooler adalah tentang Kurikulum, pembagian pengajaran, jadwal dsb.

Kalau Ambu dan Abah, bagaimana me- _manage_ hal-hal tersebutkah?

✨✨✨✨✨
0⃣5⃣ *Ambu Ayeman*:

*Kurikulum dan Manajemennya*

Kelas belajar kami dinamakan Foundation A. Nah, kurikulum di kelas kami ini dari awal homeschooling mengalami trial & error terus menerus sampai alhamdulillah akhirnya sekarang menemukan yang cukup pas untuk saat ini. Jadi mohon jangan patah arang, karena di masa perintisan, menjalani HS memang berat karena polanya belum ketemu. Ini sangat wajar, karena kita, orangtuanya, umumnya merupakan produk sistem sekolah, sehingga kita punya ekspektasi yang berbeda dan terbatas. Mintalah sama Allah, nanti dikasih jalan, insyaaAllah. Tetaplah bersemangat. Buka diri untuk improvisasi, cari inspirasi dari keluarga HS lainnya. Cari komunitas yang mendukung.

Dengan latar belakang yang sudah dibahas sebelumnya, kurikulum yang saat ini berlaku di keluarga kami (disusun menurut urgensinya) adalah sebagai berikut:
1. _Islamic studies_ Mencakup aqidah, adab akhlak, fikih, Quran, sirah, hadits, bahasa Arab.
2. _Soft skills_ Mencakup attitude seperti membuat keputusan yang benar, bertanggungjawab, membuka diri, berani, peduli, berhati-hati, berani, dll.
3. _Life skills_ Berupa keterampilan dasar untuk bisa merawat diri, urusan rumah tangga, sosialisasi, merencana dan mengatur, keterampilan mengatur keuangan, dll.
4. _Literacy_ Membaca, menulis cetak dan bersambung, memahami,  mengembangkan ide (mind map), membuat tulisan (surat, artikel, laporan, journal, dll), mengetik efektif, belajar berbagai bahasa.
5. _Kurikulum Nasional_ (terutama yang diuji di ujian sekolah maupun ujian nasional)
6. _Science, Art & Craft, Sports & Physical Education, General Knowledge_

Manajemennya sesuai dengan urgensi. Islamic studies diutamakan. Jika target Islamic studies selesai, baru mata pelajaran yang lain. Dulu ada masanya (usia 5-6 tahun) Ayeman pilih mata pelajaran yang ingin dia pelajari duluan. Jadi saya membuat daftar berisi mata2 pelajaran, lalu dia memilih. Berikutnya di harus memilih yang belum dipelajari. Kami tidak beralih dari satu topik sebelum benar2 dipahami. Kadang memang memakan waktu yang lebih lama, tapi setelah benar2 paham, selanjutnya akan sangat mudah kedepannya. Saat umurnya 7 tahun, ia lebih matang dan bisa mengikuti jadwal pelajaran.

Saat ini jadwal belajar hariannya:
Senin: Islamic Studies
Selasa: Numeracy
Rabu: Literacy
Kamis: Kurikulum Indonesia
Jumat: Science/Art&Craft/General Knowledge

Pelajaran akademik sama Ambu
Quran dan olah raga sehari2 sama Abah
Abah dan Ambu saling menggantikan jika salah satunya ada udzur.

Setiap hari, ada 3 sesi belajar, masing2 45 menit belajar dan 15 menit istirahat. Sisanya adalah _me time_, biasanya Ayeman pakai untuk membaca, bermain di rumah atau di luar, menggambar, ngobrol2 sama ambu dan/atau abah (di luar Quran time dan chores/kewajiban). Sesi belajar ini rencananya bertambah pelan2 sesuai kematangannya.

Berikut ini jadwal kegiatan harian Ayeman:
Bangun tidur: Jika lebih awal, dipakai tahajjud/sahur jika shaum/tilawah atau menghafal quran.
Fajr: Shalat berjamaah di masjid, dzikir sesudah shalat, dzikir pagi, menghafal quran pagi 30 menit.
Pagi: Morning chores: sarapan, membersihkan ruang makan, membereskan kamar dan tempat tidur, mandi, gosok gigi, berpakaian rapi. Murajaah 6 halaman. Jika masih ada waktu sebelum Foundation A mulai, maka bebas (_me time_).
8.30 - dzhuhur: Foundation A
Waktu dzhuhur: Shalat berjamaah di masjid, dzikir sesudah shalat, makan siang, hafalan siang 15 menit, qoilulah 30 menit, _me time_.
Waktu ashar: Shalat berjamaah di masjid, dzikir sesudah shalat, afternoon chores: membersihkan diri, pakai pjama, bantu siapkan makan malam. Sisa waktu untuk _me time_.
Waktu maghrib: Shalat berjamaah di masjid, dzikir sesudah shalat, tilawah 4 minimal halaman. Makan malam
Waktu isya: Shalat isya berjamaah, dzikir sesudah shalat, siap2 tidur.
20.00: Dzikir sebelum tidur. lalu tidur

Perlu diketahui bahwa dalam menjalani HS ini, jalannya tidak selalu mulus. Kami menemukan bahwa pelajaran akademik dapat dikuasai dengan mudah, berbanding terbalik dengan adab, akhlak, attitude. Lalu bagaimana kita dapat belajar mengajar dengan baik jika anak tidak punya adab?

Pernah suatu saat, Ayeman mendemonstrasikan sikapnya yang terburuk, sehingga saya pikir Foundation A tidak mungkin dilanjutkan. Bukankah tujuan utama kami memilih HS adalah untuk menanamkan iman islam yang baik? Jadi saya pikir tidak mungkin mengabaikan sikap buruk tersebut dan terus mempelajari pelajaran akademik. Makan dengan berat hati saya memutuskan untuk menutup Foundation A. Saya katakan pada Ayeman, kita berhenti mempelajari semua pelajaran lainnya hingga ia punya adab yang baik. Adab sebagai anak, adab sebagai pelajar, adab sebagai seorang muslim. Saya juga sampaikan bahwa percuma saja kita menjadi orang yang pintar dalam urusan dunia, tetapi dalam urusan agama (termasuk adab) kita rusak, karena toh nantinya kita tidak bisa mendapat ridho Allah jika kita tidak menggunakan ilmu kita di jalan Allah. Padahal tujuan kita apa? Jannah, bukan dunia. Ayeman sedih dan menangis dengan keputusan ini, Ambu dan Abah pun menangis. Malam itu Abah benar2 menutup Foundation. Rak buku ditutup, karpet digulung, papan tulis dan barang2 kegiatan belajar mengajar disingkirkan, dan akhirnya ruangan menjadi kosong, tidak ada kegiatan apapun. Kami sekeluarga bersedih, tetapi keputusan ini perlu segera diambil.

Setelah Foundation A ditutup, kami fokus pada perbaikan adab/akhlak/attitude Ayeman. Ada beberapa hal yang Ayeman harus latih dengan kerja keras, diantaranya patuh, tidak melawan, memilih kata-kata yang baik, sikap tubuh yang baik saat berkomunikasi dengan orang lain, fokus/konsentrasi/perhatian, tidak menyakiti secara verbal/physical, bertanggungjawab. Semua sikap ini dinilai setiap malam sebelum tidur. Jika mencapai skor tertentu, dia akan mendapat bintang yang dia kumpulkan. Jika bintang terkumpul dalam jumlah tertentu, maka Foundation A akan kami buka lagi. Alhamdulillah, setelah berlangsung selama sebulan, Foundation A akhirnya dibuka lagi, dan Ayeman menjadi lebih siap belajar dengan sikap yang lebih baik.

Alhamdulillah, saya sebagai ibu merasa sangat beruntung dapat memilih mendampingi anak saya di rumah. Karena, begitu ada masalah pada diri anak saya, saya dapat fokus menghadapinya dengan rutin, mengawal perkembangannya dari hari ke hari.
[16/3 06:54] Karina Hakman: ✨✨✨✨✨
0⃣6⃣ *Teh Karin & Kang Supri:*

*Teh Karin & Kang Supri*:

MasyaAllah... Alhamdulillah... Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua...

Baiklah Ambu dan Abah.. sebelum kami buka sesi tanya jawab dengan para peserta..

_*Adakah pesan-pesan penutup untuk talkshow online ini?*_

✨✨✨✨✨
0⃣6⃣  *Ambu dan Abah Ayeman*:

Aamiin allahumma aamiin
*Pesannya, yuk saling mendukung, terus belajar, terus memperbaiki diri dan cari ridha Allah mumpung masih ada waktu.*

✨✨✨✨✨✨
☘ *Penutup: Teh Karin & Kang Supri*

Alhamdulillah.. MasyaAllah... Jazakumullahu Khayran Ambu dan Abah Ayeman.. 😊🙏 Semoga Allah melimpahkan keberkahan bagi Ayeman sekeluarga.

***
Baiklah Sahabat semua... 😊🙏

InsyaAllah sesi tanya jawab kita buka sekarang. Silahkan bagi yang mau bertanya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar