Selasa, 27 Maret 2018

Madrasah ayah bunda

Karina Hakman: ❄❄❄❄❄❄❄

*بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم*

Assalamualaikum Shalihah semua... 😊

Semoga semuanya dalam keadaan terbaik di sisi Allah SWT.

Bagi yang sedang sakit atau menemani keluarga yang sakit, semoga Allah sembuhkan dan sakitnya pun menjadi ladang pahala.

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada *Madrasah Ayah Bunda* yang telah memberikan kesempatan berbagi curahan hati di forum ini.

Terima kasih juga kepada para peserta yang bersedia menemani saya, dalam proses belajar *menjadi Ibu yang hebat, madrasah terbaik anak-anak kita.*

Saya sendiri masih belajar, jadi insyaAllah sesi ini kita jadikan diskusi saja ya.. silahkan kalau setelah materi ada yang ingin menambahkan yang kurang,
membetulkan yang salah,
atau menanyakan yang kurang jelas.

😊

sebelum kita mulai, mari kita sama2 memperbaharui niat kita dan berdoa kepada Allah...

*اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً*

[HR. Ibnu Majah]

_*"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal dan amal yang diterima."*_

Allahumma Aaamiin..

Baiklah.. insyaAllah kita mulai ya... 😊🙏

Karina Hakman: 💐 💐💐💐💐💐💐

*Menjadi Ibu yang hebat* bagi anak-anaknya adalah cita-cita besar setiap muslimah shalihah.

Anak yang shaleh bukan saja akan menjadi qurrotaa'yun (penyejuk mata dan hati) bagi kita (QS. 25:74), tapi juga dapat menjadi bekal kita menuju surga dan ridha Allah SWT (anak sebagai shadaqah jariyah yang tak putus).

Lalu, *siapakah* para Ibu yang hebat itu? 😊

Setiap orang boleh memberikan pendapat. Namun *definisi ibu hebat* yang saya pegang adalah ia yang memenuhi dua kriteria utama, yakni istiqamah dalam *sifat shalihahnya,  qaanitaatnya, dan haafizhatnya* (silahkan lihat QS.4:34).

Bahkan, sifat-sifat indah tersebut  senantiasa bertambah seiring dengan bertambahnya peran sebagai seorang istri, kemudian sebagai ibu, dan seterusnya.

Karena Ibu yang demikian,
insyaAllah, _*akan dapat mendidik anak-anaknya dengan*_

• _*penuh keikhlasan,*_

• _*kekuatan optimal iman dan fisik*_

• _*manajeman yang baik, dan*_

• _*kebijaksanaaan dalam menghadapi setiap ujian.*_

***** 😊😊😊

MasyaAllah... bisa kita bayangkan kalau kita memiliki *4 sifat* ini dalam menjalani peran kita sebagai seorang Ibu.

Mungkin kita tidak akan *tergoyah* oleh kegalauan pada saat hamil, melahirkan, menyusui, mengasih dan asuh...
karena hati senantiasa ikhlas..

dari hati yang ikhlas lahirlah jiwa yang sabar dan syukur,

dari jiwa yang sabar dan syukur, lahirlah sikap optimisme dan tawakkal...

😊

Dengan *empat sifat* tadi, apapun masalah dan tantangannya, insyaAllah kita akan mampu melewatinya dengan ilmu dan tawakkal...

dari ilmu dan tawakkal, lahirlah kebijaksanaan...

dari kebijaksanaan, lahirlah keputusan-kepitusan terbaik dalam setiap langkah hidup kita...

Dari keputusan-keputusan terbaik, lahirlah anak-anak yang tumbuh optimal baik dari sisi ruhiyah, fikriyah, maupun jasadiyah...

😊

MasyaAllah, betapa indahnya jadi Ibu yang seperti itu ya..

Yang gak banyak galau,
yang tenang,
yang gak banyak marah,
yang gak banyak bingung,

yang banyak beramal shalih,
yang tenang dan menenangkan,
yang menebar manfaat dan salam kemanapun ia berada...

❓ *Mungkinkah seperti itu di zaman sekarang?* 😅

 ✅ *Sangat mungkin 😊*...

❓ *Bagaimana caranya?* 😅

✅ *Nah inilah yang jadi PR bagi kita semua* 😊

hayuk ah lanjut ke bagian berikutnya...

💐💐💐💐💐💐💐💐

 Karina Hakman: 🥀 _*Pertama,*_
kita harus yakin dan sadar dulu bahwa secara fitrah, kita adalah ibu terbaik bagi anak-anak kita.

*Yakinlah*, 😊
bahwa hakikatnya, tosetiap perempuan Allah takdirkan memiliki fitrah sebagai Ibu, baik dari segi fisik maupun psikis. 😊

Fitrahnya, perempuan dicipta untuk hamil, melahirkan, dan menyusui... 😊

Fitrahmya, perempuan diberi perangkat rasa menyayangi, mencinta, mendidik, beserta dengan segala atributnya... 😊

*Tapi....*

Fitrah itu dapat tertutupi, terkubur dalam, bahkan membeku sementara, ketika ia tidak ditumbuhkan dan dirawat... 😊

Pada generasi kita, fitrah itu banyak sekali tergerus, tertutupi, bahkan terlupakan dengan pola pendidikan dan lingkungan yang ada.

*Sebagai contoh,*
Fitrahnya, perempuan akan nyaman dan senang berada di rumah, jauh dr keramaian campur baur laki2, jauh dr penglihatan laki-laki2 yang bukan halalnya...😊

Tapi seiring waktu, *fitrah rasa malu* dapat tergerus oleh pembiasaan sejak kecil, yang membiasakan campur baur dan interaksi laki-laki dan perempuan...

Fitrahnya, perempuan senang mendidik dan membesarkan anak...

Namun zaman ini, banyak perempuan yang tidak suka dengan peran hamil, melahirkan, menyusui, bahkan mendidik anak... Lebih baik anak dititipkan saja...

Karena sejak kecil, 😊
Perempuan generasi kita dibiasakan berada di sekolah dari pagi sampai siang bahkan sampai sore...

Sejak kecil, 😊
Perempuan dididik dengan kapasitas untuk berkarir dan berkarya di luar rumah...

Sejak kecil, 😊
Kita tidak dipahamkan secara mendalam tentang *urgensi dan kemuliaan peran ibu* bagi diri kita, keluarga, dan ummat...

*Maka ketika sudah terbersit di dalam hati kita, fitrah keibuan, ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita, bersegeralah tangkap, tumbuhkan kembali, jaga, dan rawat dengan sebaik-baik perawatan.* 🥀

🥀_*Kedua,*_
Mulailah dengan menjadi *penuntut ilmu*. Karena  mempelajari ilmu menjadi seorang Ibu adalah perjalanan tanpa henti. Ilmu adalah modal utama kita mempelajari *empat sifat* yang disebut di awal tadi. 😊

Pernahkah mendengar ungkapan berikut ini:

_*Ahh harus sabar, anak saya mah memang bawaan dari dulu nggak bisa nurut...*_

_*Ahh.. anak saya mah memang kemampuannya gini-gini aja... udahlah pasrah dan ikhlas saja...*_

Banyak sekali.. banyaaaak sekali keluhan yang terdengar dan kemudian secara tidak langsung menyalahkan *takdir*.

Memang, keberadaan anak adalah bagian dari takdir, dan kita tidak bisa memilih siapa yang akan kita lahirkan...

Memang, ada banyak  situasi dan kondisi yang terjadi adalah takdir, dan Allah tetapkan jauh sebelum kita lahir...

*Tapi, kita bisa memilih jalan takdir terbaik bagi kita dari seluruh pilihan yang ada...* 🥀

*yakni, apakah kita ingin memilih jalan kebaikan atau jalan keburukan, bagi anak-anak kita.*
Astaghfirullahal'adzim..

_(Lihat QS. Asy-Syams: 8-10.)_

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
_"maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya"_


 قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
_"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,"_


وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
_"dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."_

***

Setiap jiwa manusia Allah lahirkan dalam keadaan fitrah terbaik.
Lalu *respon dan didikan* Ayah Ibunya lah yang akan berkontribusi pada tumbuh kembangnya di kemudian hari.

Bagaimana anak kita di kemudian hari, *kita turut andil dalam menentukan hasilya.*

Dan *usaha memilih takdir ini*, bukan dimulai ketika anak sudah SD atau sudah baligh, tetapi *sejak kita belum menikah*.

Ikhtiar pendidikan anak kita sudah dimulai bahkan sejak *memilih ayah* bagi anak kita.

😊

Ilmu pendidikan anak, setidaknya mencakup ilmu
• aqidah, akhlak, Quran, Fiqih
• menjemput jodoh 😉
• pernikahan termasuk walimah
• proses ibadah setelah menikah
• ketika hamil
• ketika menyusui
• ketika melahirkan
• ketika menyapih
• mendidik anak bayi
• mendidik anak batita
• mendidik anak balita dan menjelang usia tamyiz (biasanya 7 thn)
• mendidik anak pra baligh
• mendidik pemuda
• mendidik anak yang telah dewasa
• bahkan setelah ia telah menikah

😌😌😌
Waah banyaaaak.. iya.. karena selama kita masih bernyawa, kita masih memiliki tanggung jawab dalam mendidik anak kita agar terpelihara dari azab neraka, agak menjadi shalih dan shalihah.

dan *semuanya... memerlukan ilmu!*

😉

Karena banyaknya ilmu yang perlu kita pelajari, mulailah meniatkan dan mencicil dari sekarang, terlepas dari
apakah kita sudah menikah atau belum..
apakah kita sudah punya anak atau belum..

Dengan kefahaman dan niat yang benar, insyaAllah poin  keikhlasan yang benar dan istiqamah dapat tercapai.

Dengan kefahaman yang benar, maka seorang perempuan akan peduli dengan fisiknya. Bukan hanya kecantikan, tapi kekuatan fisik dan stamina,
ketangkasan dalam beraktivitas,
kesehatan yang optimal.

Dengan kefahaman yang benar, kita memiliki bekal untuk menata kehidupan kita dengan manajemen yang baik. Manajemen waktu, manajemen operasional rumah tangga, manajemen gizi, dan seterusnya..

Dengan kefahaman yang benar, insyaAllah kita akan mampu membiat berbagai kepitisan dengan bijaksana.

*Mungkin ini semua memerlukan perjuangan,*

tapi bukankah seorang insyinyur memerlukan waktu belajar 4 thn sebelum ia mendirikan bangunan?

bukankah seorang dokter harus belajar setidaknya 6 thn sebelum ia mengobati jasad manusia yang sakit?

Lalu apalagi dengan seorang Ibu?

Bahwa ia bertanggung jawab membangun *jasad dan jiwa yang shalih* dalam wujud seorang manusia...

ia bertanggung jawab *berusaha* menjaga kesehatan sepanjang masa, *berusaha* mengobati yang sakit baik jasad dan jiwa..

Mungkin ia memerlukan perjuangan, tapi insyaAllah...

*jika kita memberikan usaha terbaik kepada Allah SWT,*

*maka bukan hanya kita saja yang merasakan efek kebaikannya,*

*namun juga suami kita, anak-anak kita orangtua kita,  mertua kita, dan siapa saja yang berada dalam lingkaran kehidupan kita.*

*Dan begitupun sebaliknya..*😊

Dan dalam melaksanakan semua ini, kita perlu satu hal lagi...

 Karina Hakman: 🍁 _*Ketiga,*_
Mujahaddah, menjadikan  peran ini sebagai ladang jihad di jalan Allah.

*Apakah yang dimaksud dengan jihad?*

• *Ibnu Mubarrak berkata,*
_"Jihad adalah mujahadah terhadap jiwa dan hawa nafsu"_

• *Ibnu Abbas ra. berkata,*
_"Jihad adalah menguras potensi dalam membela agama Allah dan tidak takut cercaan orang yang mencerca dalam melaksanakan agama Allah SWT"_

_*(definisi diambil dari Syarah Risalah Ta'lim, hlm 402-403, oleh Muhammad Abdullah Khatib & Muhammad Abdul Halum Hamid)._

*Dalam konteks peran sebagai ibu,* maka memiliki sifat mujahadah bagi saya bermakna:

• saya mengerahkan segala potensi agar segala proses pendidikan anak saya dapat terlaksana sesuai dengan ketentuan Allah SWT.

• saya mampu mengalahkan berbagai hawa nafsu diri yang menghalangi saya untuk memberikan yang terbagi anak.

*Apakah saya sudah mampu mencapai mujahadah?*

☺🍂 Belum...
Bahkan masih sangat jauh dari sosok ideal yang saya idam-idamkan...

Tapi memang di sanalah mujahadah saya diuji...

sejauh mana saya benar-benar ingin menjadi sosok *shalihah, qanitaat, dna hafizhat* bagi suami dan anak-anak saya..

Jatuh bangun dalam membangun mujahadah bagi saya seperti menyambung rantai-rantai menuju taqwa... ☺

bermakna,
ketika saya sadar saya jatuh, gagal, salah..

maka yang harus dilakukan adalah *bangkit*, *taubat*, *perbaiki*, dan *memulai kehidupan yang baru*...

Mujahadah ini adalah salah satu *kunci* istimewa untuk mewujudkan impian saya *untuk anak-anak saya*...

Saya haqqul yaqin.. yakin seyakin-yakinnya dengan janji Allah SWT... bahwa Allah akan menunjukkan jalan-jalanNya, jika kita mau bermujahadah...

Allah berfirman,

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ

_"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta para muhsinin."_

Kalau ada hal yang tidak baik pada anak-anak saya,
bermakna saya harus memperbanyak istighfar, bermuhasabah, dan berusaha lagi..

Teringat pesan salah seorang guru dalam kehidupan saya,

*"Jika belum ditunjukkan jalan, mungkin, karena memang kitapun belum bermujahadah... dan kitapun memang belum bertaqwa."*

Subhanallah.. nasehat ini sangat membekas bagi saya pribadi..

Karina Hakman: 🌹 *Terakhir*,

Saya ingin mengingatkan diri sendiri, bahwa *Allah adalah Ar-Rahman dab Ar-Rahim*,

bagaimanapun kondisi kita sekarang, sesulit apapun ujian dan tantangan yang Allah hamparkan, maka ia adalah wujud kasih sayang Allah atas kita.

*_Tidak ada yang lebih menyayangi kita, melebihi sayangnya Allah SWT._*

Maka, dalam berbagai keterbatasan kita sebagai manusia,

bersama-sama kita berusaha menjadikan *doa* sebagai penguat segala ikhtiyar kita. Dan senantiasa *berhusnuzhan*, memberikan sebaik-baik sangka kepada Allah SWT, karena Allah sebagaimana prasangkaan hambaNya.

Allahua'lam bishawab. Mohon maaf jika ada salah kurang. Jazakunallahu ahsanal jaza untuk Sahabat Shalihah di manapun berada.

☺🙏

Semoga Allah karuniakan kepada kita hati yang khusyuk ikhlas dan penuh syukur...

Semoga Allah karuniakan kepada kita tubuh yang layyin (sangat ringan mengayun) untuk diajak beribadah kepada Allah SWT..

Semoga Allah karuniakan kepada kita petunjuk, bimbingan,
kemudahan, dan keberkahan dalam segala urusan-urusan kita.

Allahumma Aaamiin.

سُبْحَانَكَاللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
 أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْت
َ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Karina Hakman: *Sesi Tanya Jawab Grup #1*

1⃣
Pertanyaan: bagaimana caranya membuat diri ini selalu sabar dan selalu siap dalam menghadapi setiap tumbuh kembang, sikap sang buah hati

3⃣
Pertanyaan: setiap ibu tentunya merencanakan segala sesuatu yg terbaik untuk anaknya, ketika anak seusia balita yg super aktif, blm bisa di beri tau 1 kali dan jika kita ingin meluruskan ketika ia mmbuat kesalahan.
bagaimana cara kita sebagai orang tua mengontrol emosi kita agar tidak terjadi hal2 yg tidak kita inginkan?

*Jawab:*

Kedua pertanyaan ini intinya sama ya, terkait manajeman emosi dan memupuk sabar. ☺

Sebetulnya terkait topik ini, sudah bisa dijadikan satu kulwap tersendiri karena urusannya kompleks.

Dengan waktu yang terbatas, saya copy paste kan salah satu tulisan saya ya...

❤️ *Mengelola Marah pada Anak Batita-Balita* 😊

Saya yakin, secara naluri mendasar, seorang Ayah dan Ibu, tidak ada yang suka dengan adegan memarahi anak. Apalagi jika ditambah dengan tangan yang melayang, meski secuil, meski setampas ringan.

Ahh.. tapi memang terkadang keinginan tidak selalu sesuai dengan realisasi di lapangan. Anak yang mungkin kita lihat tidak mau diatur, tidak bisa diberi tahu. Bahkan, justru terkadang, anak-anak lah yang berbalik marah. Entah dengan menangis, berguling-guling, melempar-lempar, dst. ❤️

Melelahkan? Tentu. 😊

Meski bersabar itu berpahala, bukan berarti kita membiarkan semua itu terjadi tanpa usaha mencari solusi. ❤️😊

*1. Evaluasi Kasih Sayang dan Perhatian*

Hal pertama yang biasanya Saya lakukan ketika anak tetiba tidak jelas, adalah mengevaluasi waktu dan kasih sayang yang Saya dan suami berikan kepada anak.

Adakah beberapa hari atau pekan ke belakang kami kurang memberikan perhatian. Bagi Saya, apakah ketika menyusui Maryam Saya sibuk sendiri dengan Hp dll. Ketika Abinya membersamai anak2, adakah Abinya fokus berinteraksi dengan hati.

Karena bagi kami, waktu dan perhatian yang dibutuhkan anak sekedar 'ada', namun melibatkan diri bermain bersama, bercengkrama, berbicara dari hati ke hati. Membersamai anak juga membantu kami mempelajari potensi bakat dan karakter anak. Dan itu adalah yang kami perlukan dalam membantu memfasilitasi tumbuh kembang mereka sesuai fitrahnya.

Kalaulah perhatian dan kasih sayang itu kurang, Saya rasa sangat wajar anak-anak menjadi galau. Saya hanya bercermin dengan diri sendiri. Bagi istri, hari-harinya menjadi galau kalau suaminya kurang memberi perhatian dan bersikap tidak jelas. Begitupun sebaliknya.

Dengan begitu, Saya merasa anak yang sedang rungsing menjadi kasihan kalau Saya marahi lagi. Sudahlah mereka memerlukan perhatian, ternyata malah dimarahi lagi. Saya rasa, Saya tidak punya alasan untuk marah. Karena ternyata, boleh jadi Saya dan suamilaj yang salah. ❤️

*2. Evaluasi Ruhiyah*
Yang kedua, Saya biasanya akan mengevaluasi, apakah Saya dan suami dalam keadaan ruhiyah yang baik.

Saya harus memaksakan diri untuk bercermin. Adakah shalat kami sudah baik, ibadah-ibadah kami sedang baik, dan adakah kondisi hati kami sedang baik. Ataukah kami shalat dengan terburu-buru, di akhir waktu, dan tidak khusyu. Ataukah kondisi hati kami sedang kotor, banyak menyimpan lintasan-lintasan negatif yang merusak hati. ❤️

Bagi Saya, Saya yakin bahwa ketika keimanan dengan Allah sedang baik, Saya dan suami akan memiliki tangki kesabaran yang penuh dan tingkat kebijaksanaan yang lebih jernih. Sehingga amarah bisa dikelola dengan lebih baik, lebih rasional. Solusi terhadap permasalahan-permasalahan pun bisa lebih cepat dan smooth dilaksanakan.

Tapi kalau kondisi iman sedang tidak baik. Saya harus memaksakan diri untuk memperbanyak istighfar. Menelisik dan merancang kembali amalan shaleh dan amalan hati yang Saya lalaikan.
Karena Siapalah Saya yang menuntut Allah agar anak Saya harus begini dan begitu. Sementara kepada perintah Allah pun Saya abai. Astaghfirullah..

*3. Membersamai dan Mempelajari*
Yang ketiga, barulah Saya akan melihat, apa yang sebenarnya anak-anak lakukan.

Meski sulit, Saya harus melatih diri melihat 'suatu perbuatan' dari sisi anak. Kenapa mereka naik-naik ke atas meja, kenapa mereka menarik gorden, kenapa mereka menumph-numpahkan air, dst.

Kalaulah Saya melihat mereka sedang eksplorasi, artinya Saya harus memberikan alternatif fasilitas yang lain. Karena usia batita sejatinya usia yang seluruh 24 jam kesehatiannya ia manfaatkan untuk belajar dan menyerap berbagai hal.
Kalaulah mereka sekedar marah karena kesal dengan sesuatu. Saya biasanya lebih memilih untuk mendatangi, memeluk, dan mengalirkan arus energi  cinta melalui sentuhan, bisikan, dan dekapan. Saya mencoba meyakinkan diri bahwa anak usia pra baligh adalah anak yang suci fitrahnya. ❤️

Bagi Saya, Memarahi anak adalah pilihan terakhir yang Saya tidak ingin lakukan.

 Bukan hanya karena seringkali marah tidak menyelesaikan masalah, tapi anak pun jadi suka meniru cara marah orangtuany.

Saya berushaa untuk mengingat-ngingat bahwa mereka yang wafat diusia pra baligh akan langsung masuk surga. Kalaulah Allah tidak menghukumi mereka terhadap apapun yang mereka lakukan, siapalah Saya yang serta merta menghukumi mereka.

*4. Yang keempat, Saya dan suami senang memanfaatkan waktu-waktu kondusif untuk berbincang.* Meski perbincangan masih terkesan satu arah (karena anak-anak belum lancar bicara).

Waktu sebelum tidur, waktu tenang di rumah, waktu ketika adik atau kakaknya tidur sehingga bisa one to one, waktu ketika berjalan kaki santai berdua, dst.

Masing-masing keluarga mungkin akan punya caranya sendiri. Tapi diskusi dan berbincang tentang apa yang baik dan benar perlu dilakukan. Saya terkagum-kagum dengan kisah Luqman di dalam al Quran. Bagaimana Allah menceritakan Luqman yang mampu memberikan nasehat dengan fasih, lembut, namun bermakna. Cara menasehati seperti inilah yang Saya dan suami ingin latih untuk keluarga kami.

*5. Terakhir, tidak ada yang dapat mengubah takdir kecuali doa yang Allah kabulkan,* tidak adabyang mampu menenangkan hati dan jiwa melebihi dzikir kepda Allah. Saya tidak pernah tahu apa takdir Allah bagi anak-anak Saya. Tapi Saya percaya dengan kekuatan dzikir dan doa.

Dzikir dan doa bagi Saya sebuah kesatuan yang indah. Dzikir yang membuat hati dan lisan kita memuji Keagungan Allah. Dzikir pula yang menjadikan hati tunduk dan ingat dengan segala dosa.
Dalam keadaan seperti itulah hati akan lebih khusyuk dalam berdoa. Doa yang diringi dengan rasa tak berdaya, rasa penuh harap, dan rasa penuh keyakinan akan kebesaran Allah.

Doa yang dipanjatkan bukan hanya agar memiliki anak yang shaleh dan shalehah. Namun terlebih, doa agar Allah lapangkan hati menjadi orang tua yang baik. Agar Allah tunjukkan jaan-jalan terbaik dalam mendidik anak-anak di jalan Allah. Dst.

Terkadang, kita terlalu fokus dengan "bagaimana agar anak begini begini" tapi lupa bahwa "kitapun harusnya demikian dan demikian".
Kita sering fokus kepada usaha duniawi (membaca buku, menerapkan teori ini dan itu), tapi lupa bahwa yang mampu meluluskan semua harapan dan rencana kita hanyalah Allah SWT. ❤️

Tiada daya dan upaya selain dari Allah. Hanya kepadaNyalah kita bisa meletakkan harap dan doa. Dan Allah Maha Mendengar setiap doa hamba-hamabNya.

Allahua'lam bishawab. Setiap keluarga tentulah punya cara masing-masing dalam mengelola marah pada anak. 😊 Apa yang Saya sampaikan boleh jadi benar boleh jadi salah.
Jika ada yang bermanfaat, semuanya sepenuhnya datang dari Allah. Jika ada yang kurang berkenan, Saya Mohon maaf. 😊🙏

 Karina Hakman: *Tanya Jawab dari Grup #2*

3⃣
Pertanyaan: sy punya 2 putri, yg 1 usia 4 th 2 bln dan yg ke 2 baru 4 bln. Anak sy yg 1 jika adaptasi susah (pemalu) klo ada kesalahan sedikit dia nangis (tantrum) yg sy tanyakan bagaimana caranya menghadapi ank tantrum? Jujur sy kadang malu sm tetangga jk ank sy tantrum, apa yg harus lakukan bun... makasih🙏

*Jawab:*

Yang saya pahami ada dua hal di sini ya...

Ada isu tentang anak yang pemalu,
dan ada isu tentang tantrum.

Jadi insyaAllah jawabannya pun akan saya bagi jadi dua bagian ya..  ☺🙏

*1. Tentang anak yang pemalu*
Pertama, anak yang pemalu dan cenderung sensitif, selama masih sehat, *bagi saya* adalah karakter seorang anak yang harus diterima dengan hati gembira, sebagaimana karakter2 lainnya. ☺

Tinggal bagaimana nanti mengarahkannya.

Anak yang sensitif secara fitrah, memiliki beberapa potensi:
- hati yang sensitif untuk memaknai Al Quran, kebesaran Allah... ☺

- hati yang lembut untuk bisa menghargai, memaklumi, memaafkan, memahami dari sisi orang lain

- hati yang sensitif akan bertumpah ruang dalam menyayangi dan  mencintai.

- dalam tataran praktis, boleh jadi ia akan berbakat di bidang penulisan, penelitian, seni, dsb yang memerlukan ketelitian, sensitifitas, ketenangan, dan sejenisnya.



MasyaAllah kan..

Apalagi kalau sifat malu itu dihiasi dengan iman dan ilmu... ☺

Mungkin ia akan senang meneladani sifat malunya Utsman bin 'Affan r.a yang karena malu dan imannya, sampai-sampai para malaikat pun malu kepada beliau r.a.

Jadi, sebelum kita membahas tentang sang tetangga dan omongan orang, kita dulu yang harus bersyukur dengan anak kita.

Banyak sekali saya belajar dr pengalaman, anak yang sensitif ketika diarahkan, ia akan sangat perhatian terhadap sekelilingnya. Dari urusan kerapihan, saling tolong menolong dengan sesama, dan sejenisnya.

*Lalu bagaimana dengan tantrumnya?*

Kita pindah topik ke halaman selanjutnya ya... 😉

 Karina Hakman: *Pertama*, apa makna tantrum buat saya.

Setiap orang boleh memiliki pendapat tentang tantrum. Dari yang saya pelajari, tantrum dalam batasan tertentu adalah wajar dan tanda sehatnya seorang anak.

_*Untuk mempercepat, saya izin share lagi tulisan lama saya ya*_ ☺🙏

Kenapa anak kecil tidak boleh menangis? 😊

Ketika tantrum banyak menjadi momok negatif bagi para orangtua, ternyata ketika saya di Melbourne, di buku evaluasi anak, dr sisi mental health, tantrum menjadi salah satu indikator bahwa anak kita sehat (lihat tabel di gambar).

Tentunya, *tantrum yang dimaksud adalah frustasi yang diakibatkan adanya keinginan yang kuat akan sesuatu, namun kondisi yang ada tidak sesuai dengan yang anak harapkan.*

Tentunya pula, tantrum yang dimaksud *bukan karena kurang perhatiannya orangtua yang membuat anak jadi stress frustasi. :)*

Ketika tantrum berjalan wajar, insyaAllah seiring dengan kematangan anak, ia akan menjadi sarana belajar sabar, pengendalian diri, dan bijaksana.

Naah...jika tantrum saja masih tergolong sehat, apalagi dengan menangis. 😊😊

***
Baik bagi orang dewasa maupun anak-anak,
menangis adalah salah satu sarana untuk menyalurkan emosi kesedihan, kekecewaan, kemarahan, atas kejadian yang tidak sesuai dengan harapan. Kadang, menangis pun bisa menjadi wujud haru bahagia.

Bukankah wajar jika para Ibu  menangis di hadapan suami dan kepada Allah, atas kelelehannya, keterbatasannya, perasaan gagalnya, perasaan putus asa, perasaan membutuhkan motivasi, harapan, dan arahan? 😊 Tentunya selama masih dalam batas kewajaran...

Bedanya dengan anak kecil adalah, orang dewasa yang baligh, idealnya akan memiliki Akil (kecukupan akal) untuk mampu menempatkan kapan, dimana, dan KEPADA siapa untuk menyalurkan emosinya dan mencari jalan keluar. :)

Mereka yang sudah akil baligh, seharusnya akan lebih mampu untuk bersabar, bersyukur, tawakkal, dan qanaah terhadap bebagai ujian dan tantangan.

Mengapa?
Karena mereka diberikan kemampuan mengolah ilmu menjadi sikap, karakter, akhak. 😊

Sementara anak-anak,
Sementara anak-anak pra-baligh, mereka masih dalam proses mencari ilmu, menerima ilmu, kemudian mengolahnya, kemudian melatih implementasinya. Itulah mengapa, mereka tidak dihukum atas kelalaian mereka jika mereka belum mampu berlaku sabar, mengontrol marah, dan mengelola tantrum di yang bukan tempatnya. 😊

Sayangnya, banyak kasus, anak-anak dipaksa untuk berhenti menangis dengan cara bentakan kasar, hukuman psikologis, bahkan hukuman fisik. Cara2 yang kasar dan tidak sesuai dgn usia kematangan anak, kalaupun menyelesaikan masalah, sangat mungkin akan menimbulkan masalah baru dalam bentuk luka batin.

Lalu, apakah kita tidak melakukan tindakan apapun?

Tentu saja tidak, 😊
Sama halnya dengan hal mubah (hukum: boleh) lainnya, hal mubah apapun jika berlebihan menjadi tidak baik.
Sama seperti halnya orang dewasa, berlebihan dalam menangis, kecewa, bukanlah perkara yang baik. Mata boleh menangis, hati boleh kecewa, tapi lisan dan hati tidak boleh mengatakan kata2 dan berprasangka yang dibenci Allah. Itulah yang berusaha kita tanamkan secara bertahap pada anak2. :)

Belajar dari Ust. Salim A Fillah, salah satu hal yang terpenting dalam proses *menyelesaikan kekecewaan anak* adalah qaulan sadiida qaulan hasana, berkata yang benar, berkata dengan cara yang paling ahsan (bijaksana). 😊

Jika anak terjatuh, menangis, dan merasa sakit, kami lebih suka menyambutnya dengan berempati, mendoakan kesembuhan baginya (langsung dihadapan mereka), dan berusaha membantu mereka
menghilangkan rasa sakitnya (melewati masa ujian mereka) 😊 .

Agar mereka paham, bahwa:
- Allah yang menyembuhkan
- Umi dan Abi ingin menjadi orang yang senantiasa berusaha membantu mereka di kala jatuh dab sakit
- orang yang 'jatuh' dan 'sakit' memerlukan empati sewajarnya.

Baru setelah itu, kami mengajak anak-anak  untuk bersabar,  bersyukur, dan mencari solusi (misal: obat, nasehat, dsb).

Lima konsep itu: empati, doa, sabar, syukur, dan usaha mencari solusi, adalah lima hal yang ingin kami tanamkan pada anak-anak sejak kecil hingga mereka dewasa. :) Bukankah itu adalah kelima hal tanda kebijaksanaan pada orang dewasa?

Nggak takut anak jadi cengeng?
Alhamdulillah nggak, 😊 karena menurut saya, cengeng itu diperlukan: cengeng kepada Allah ketika merasa tidak mampu, merasa gagal, merasa berdosa, merasa butuh, merasa tidak tahu harus bagaimana. InsyaAllah, dengan ilmu, kepahaman, dan keteladanan, seiring dengan bertambahnya usia mereka, mereka akan semakin bijak dalam melepaskan emosi dan mencari solusi.

Allah telah menganugerahkan hati yang lembut bagi manusia. 😊

Dengan kelembutan hati, mereka memiliki kepekaan kepada iman dan empati kepada sesamanya.

Kami khawatir, memaksakan hati yang sedih utk tidak boleh menangis akan mematikan kepekaan hati.

Teringat salah satu ceramah Ust Salim,
kalau anak yang sakit kemudian dikatakan kepadanya "kuat ya kuat kok kuaat". Jangan heran kalau ketika nanti ortunya mengelih sakit, anak2nya bilang "udahlah mah pah, jangan manja, yang kuat".

Kalau anak yang kesandung batu, kemudian "batunya nakal yah... ih, nih mamah pukul batunya". Jangan heran kalau anak akan tumbuh menjadi orang yang suka menyalahkan pihak ketiga atas kesalahan2 mereka.

Kalau mereka terjatuh, dan ortu mengatakan "Tuh kan.. dasar anak nakal... " , maka khawatir jadilah ia anak yang tidak percaya diri, gagal, nakal beneran, dan takut kepada ortu.

Intinya, Ust Salim berpesan, ucapkanlah perkataan yang baik dengan cara yang baik. Sampaikanlah kondisi apa adanya, memaklumi jika anak salah, memaafkannya, menyemangatinya untuk bangkit kembali. Bukankah seperti itu huka yang kita lakukan pada orang dewasa yang terjatuh?

Jika ia menangis atau bahkan tantrum  karena keinginannya tak dikabulkan, hal itu TIDAK menyebabkan anak kemudian mendapatkan "sogokan", atau "kelonggaran aturan", atau justru "hukuman".

Tantrum menjadi proses latihan mereka untuk memahani tak semua hal yang mereka inginkan boleh didapat. Mereka belajar, bahwa dalam hidup memang ada aturan2 yang tidak bisa dianggar. Dan mereka pun belajar, bahwa dalam kondisi yang sulit, orangtua adalah tempat terbaik bagi mereka untuk mencari solusi, mencari kenyamanan dan ketenangan. Yang nantinya, peran tersebut akan mereka dapatkan dari Allah SWT.

😊 Bentakan2 dan amarah untuk menghentikan tangis adalah pengikisan terhadap kepercayaan anak kepada orangtua. padahal, kita ingin anak2 kita percaya (tsiqah) kepada kita.

Jika kebiasaan marah berterusan (kepada anaknya yang menangis atau tantrum), khawatirnya anaknya akan menjadikan 'marah' sebagai solusi berbagai masalah. Pemarah kepada rekannya, kepada gurunya, bahkan kepada orangtuanya.

Ketika mereka remaja, mereka takut utk menangis dan mencurahkan hati kepada orangtua dan akan lebih jujur dan terbuka kepada rekan-rekannya yang ebih menunjukkan empati.

Dan ketika mereka dewasa, tak bergantung lagi kepada orangtua, hubungan tak baik dengan ortu, akan menjadikan si anak sulit untuk berbakti kepada orangtuanya. Kecuali jika ia memiliki iman yang kuat, yang berbuah pada maaf dan akhlak terbaik.

***
Terakhir, banyak orang tua melarang anaknya menangis dengan dalih ingin mengajarkan anak menjadi kuat. Padahal, Rasulullah SAW  pernah menyampaikan, bahwa ciri-ciri orang yang kuat itu, bukanlah yang berbadan besar, tetapi mereka yang mampu menahan marah... 😊 sementara itu, Rasulullah SAW adaah prang yang banyak menangis dibhadapan Allah dan berempati lembut hati kepada sesama.

Allahualam bishawab. 😊
Anak-anak adalah manusia bertubuh mungil yang juga memiliki "ujian"dan "tantangan" kehidupan, sesuai dengan tahap kehidupannya.

Tugas kita lah untuk mengajari mereka untuk bisa  mampu menghadapi setiap ujian dengan empati, sabar, syukur, doa, tawakkal kepada Allah, dan mencari solusi dengan hati dan kepala yang lapang.  :)
[27/3 21:13] Karina Hakman: *Kedua, bagaimana mengurangi potensi terjadinya tantrum?*

_*Sudahkah kita membantu anak mengurangi potensi Tantrum? 😊 (Age 1 - 4).*_

Tantrum pada anak memang wajar, tapi bukan berarti dipelihara.

Seiring dengan bertambahnya kematangan anak, insyaAllah tantrum akan hilang, berganti dengan komunikasi dan pengelolaan emosi yang baik. 😊

tapiii... harus ada usaha juga membangun kedewasaan itu ..

Bagaimana cara kita bisa membantu anak mengurangi tantrum?

1. 😊 Build up a routine
Salah satu pembelajaran yang saya dapat dr sesi counceling kala di Melbourne dulu, para councelor mengarahkan untuk membuat jadwal rutin bagi anak.

Salah satu penyebab tantrum adalah frustasi terhadap berbagai keadaan yang tidak siap mereka terima. Dengan membuat rutinitas harian, kita setidaknya membantu anak2 untuk bisa memprediksi apa yang terjadi berikutnya. Misal, pagi hari bangun tidur jadwalnya pergi ke pasar, lalu mandi, lalu nereka main mandiri karena ibunya masak, lalu mereka main sama ortu, lalu mereka makan siang, dst.

Tidak hanya dibuat, tapi juga disampaikan. Terutama ketika kita baru pertama kali membuat. 😊 Kalau anak sudah pintar nego, boleh juga kita sosialisasikan rencana kita, dan menampung masukan dr dia.

Misal, untuk mengawali, dr pagi hari kita sudah sampaikan apa saja kegiatan hari ini. Sampaikan juga kegiatan malam menjelang tidur.  Contoh, sebelum mereka diminta tidur, kita pun mempersiapkan hints, seperti bersih2 diri, membaca buku, memakai lotion, dst. Dengan berulang, alhamdulillah pengalaman bersama anak2, di malam hari, permainan yg mereka minta adalah "read a book please", sampai mereka terlela, karena sudah paham bahwa jam segitu bukan lagi waktunya untuk yang lain2.

Kalau ada agenda di luar rutinitas, bisa coba sampaikan jauh2 hari, agar mereka bisa prepare. Atau bajkan mereka akan excited menunggu hari tersebut. Misal, besok akan ke luar rumah agak jauh, dan bla bla, sampaikan minimal satu hari sebelum, atau di malam hari sebelum, setidaknya mereka bisa mempersiapkan mental.

2. 😊 Memperhatikan kebutuhan jiwa dan raga.

Jiwanya memerlukan kasih sayang dan perhatian yang cukup. Raganya menerlukan asupan gizi yang baik, tepat waktu, dan istirahat yang cukup. Begitu juga dengan kebutuhan eksplorasi, sudah cukupkah waktunya bermain outdoor, melatih motorik, menggambar (bagi yg suka), dan perkara belajar lainnya? Perkara remeh dan sangat biasa memang, tapi ternyata seringkali saya temukan kasus yang mengarah ke sana. Dan kasus kurangnya asupan fisik dan psikis, bisa menimpa ibu manapun, baik ibu bekerja, ibu sekolah, maupun ibu rumah tangga. Karena yang diperlukan adalah kombinasi dari quantity dan quality.

3. 😊 Mengelola Stress Orangtua.
Dunia pernikahan beda dengan pacaran. Pernikahan datang dengan seabreg tanggung jawab sebagai ujian menuju surga. Sementara pacaran tanpa ikatan, tanpa beban. Nggak cocok, bubar saja. Kalau nikah, perjanjiannya sampai mengguncangkan  Arsy Allah.

Stress bisa saja muncul, maka kemampuan mengelola stres agar jiwa orang tua tetap dalam batas sehat dan dapat berpikir jernih. Orang tua yang tidak mampu mengelola stress, akan cenderung melampiaskan masalahnya pada anak, sehingga diajak main mungkin nggak nyambung, apalagi ngobrol, apalagi untuk bisa inisiatif melihat sikon dikala anak memerukan perhatian.

4. 😊 Konsisten dengan aturan.
Kalau sejak awal, dengan pikiran sadar, kita tidak bisa mengiyakan permintaan anak, so we need to be consistent to the rule.
Kalau jatah es krim seminggu sekali, stick with it. Kalau tidak boleh makan permen tertentu, stick with it. 😊 Dan berbagai aturan prinsip lainnya dalam keluarga masing-masing..

Ketika anak tantrum dan orangtua memberikan REWARD untuk menghentikan tantrum, maka anak akan belajar bahwa menangis adalah cara ampuh untuk mendapatkan sesuatu. Apalagi di tempat umum, ketika ortu cenderung diliputi berbagai tatap pasang mata, dan kalau mengalah memilih jalan pintas dengan melanggar aturan yang dibuat. Misal, anak ingin beli mainan, padahal jadwal membeli mainan di tempat tersebut sudah lewat dan sudah tidak ada jatah untuk itu. Anak merengek, guling2, mau dibelikan atau nggak? hehe... Kalau mau stick tp the rule, berarti tetap nggak dibeliin. Bukan karena gak ada uang, tapi untuk menekankan bahwa nggak semua hal yang anak mau harus didapat. 😊 Tentunya, penegasan tersebut dengan upaya untuk menenangkan, menyayangi, dan memberi pengertian pada saat yang tepat.

5. 😊 ow ow.. ada yang lupa... Adakah anak2 terlslu banyak  ter ekspose gadget? ortunya sendiri menyadari anaknya sulit lepas dari gagdet, ups...

Mungkin bisa dievaluasi, barangkali anak2 terlalu banyak mengkonsumsi yang satu itu. Sehingga energinya yang besar tidak tercurahkan dengan aktivitas bergerak atau belajar langsung yang mengasah otak dan kreatifitas.

Kelamaan termanjakan dengan gadget juga menbiasakan anak selalu terhibur tanpa harus usaha, membuat bingung jetika gadget tidak ada. Belum biasa untuk mengkreasikan berbagai barang yang ada. Terlepas pro dan kontra penggunaaan gadget, saya rasa para ortu akan tahu kapan anak2nya ternyata "sudah sulit lepas dari gadget". Ketika mereka Bt atau bosan.. atau tidak tahu mau ngapain.. jadilaah... eng ing eng.. nangis yang nggak jelas dan tiada henti..  Jadi.. silahkan dikembalikan lagi kepada keluarga masing-masing... 😊 Bagaimana pengaturan gadget di rumah...

6. 😊  Finally, have we asked Allah?

Sudahkah kita meminta kepada Allah, agar Allah melapangkan hati kita, melapangkan hati anak2 kita?
Jika sudah, sejauh mana kita berusaha memenuhi perintahNya, mendekat padaNya, yang Maha Membolak balikkan hati manusia?

😊 Buat saya, dari keseluruhan PR2, justru poin terakhir yang kayaknya masih paling banyak kekurangan. Padahal, Allah lah yang memegang seluruh kendali kehidupan. Allah lah yang mampu mendewasakan, menganugerahkan taufiq, memasukkan iman, kepada anak-anak kita.

 Allahualam bishawab. 😊 Ini hanyalah sedikit catatan hati pengingat diri... Semoga bermanfaat dan berkah.. dan semoga kita semua istiqamah dalam memberikan yang terbaik bagi anak-anak kita. Allahumma Aaamiiin.
[27/3 21:22] Karina Hakman: *Ketiga,* pendapat tetangga... 🙈🙈🙈🙈

paling gak enak memang, ketika kita dalam kondisi bersusah payah, ditambah lirikan-lirikan atau komentar-komentar yang tidak mengenakkan. 😉

Disinilah kita perlu *berpikir logis*.

1. Fokus kepada anak, bukan kepada tetangga. Yang terpenting adalah apa yang terbaik untuk anak kita.

Kalau menurut saya, (menurut saya yaaaaa... ☺), dengan berbagai penjelasan panjang di atas, ketika anak tidak nyaman bermain di luar atau bertemu orang, *saya tidak memaksakannya*.

Saya menghargai anak saya sebagai jiwa independen yang utuh. Bukan seseuatu yang bisa saya paksa sesuka hati.

InsyaAllah akan ada masanya, ada masanya...

Kalau kita sabar menanamkan iman, menguatkan ikatan hati, insyaAllah, ☺ anak kita akan tumbuh menjadi orang yang:
• senang silaturahim
• berakhlak mulia
• senang menolong

Jadi bagi saya, jangan pernah berpikir kalau dia skrg begini, nanti pasti akan a b dan c. ☺

Mendidik anak bagi saya perlu *rileks dalam mengikuti fitrah*, pendidikan anak yang bersifat mengembangkan potensinya ke luar, bukan memaksakan memasukkan  kehendak kita kepada anak.

2. Fokus kepada Allah ☺

Tanggumg jawab mendidik anak adalah *tanggung jawab kita kepada Allah* bukan kepada *tetangga* 😉

Jadi santai aja... Lakukan lah apa yang menurut kita *paling Allah sukai* untuk kita lakukan..

karena *kita akan diadili untuk apa yang kita lakukan dan pikirkan,* bukan terhadap *apa yang orang pikir* kita lakukan dan pikirkan..  😊👌
[27/3 21:35] Karina Hakman: *Dari grup #1*

2⃣ Nama: Anna
Usia: 46
Pertanyaan:
Bolehkah kita menyandarkan kata hebat pada ibu atau anak?
Ibu hebat..
Anak hebat..
Karena yang hebat itu Allah.
Mungkinkah bisa ditambahkan hadits: ikhtiar mendekatkan pada takdir.

*Jawab*:

Yang saya pahami, ada perbedaan yang jelas antara *hebat* dan *Maha Hebat*.

😊🙏

Penciptaan manusia bukanlah perkara biasa. Dengan segala kekurangannya, Allah telah menciptakan manusia menjadi 'abdullah (QS. 51:56) dan khalifatullah (QS. 2:30).

Dengan tujuan itu saja, 😊
manusia menjadi makhluk yang luar biasa, Allah karuniakan kemuliaan sehingga setiap malaikat diminta untuj bersujud dihadapannya.

Ditambah lagi,
setiap manusia memiliki potensi menjadi penghuni surga yang tinggi, yakni manusia-manusia 'Ibadurrahman (QS. 25: 63-75).

Manusia memiliki potensi untuk menjadi penghuni surga 'Adn (QS. 98: 7-8). Dan Allah bahkan memuji manusia beriman dengan sebutan _*khayrul bariyyah*_, yang artinya adalah *sebaik-baik makhluk*.

MasyaAllah kan.. 😊🙏

Jadi kita harus bersyukur dulu dengan fitrah yang Allah tanamkan ini.

Allah telah mendesain kita sedemikian rupa agar kita bisa mencapai tempat tertinggi di sisiNya.

Jangan sampai segala potensi ini tidak kita kerahkan dan *hanya ingin menjadi biasa-biasa saja*.

Ibarat kata, sayang banget kalau punya laptop canggih, pinter cerdas, kuliah di tempat bagus, tapi banyak waktu dipakai leyeh-leyeh. 🙈🙈

Begitu juga kita, udah dikasi kapasitas 'Abdullah, 'Ibadurrahman, Mukminin, Muttaqin, Muhsinin, semua sebutan ini isinya orang-orang hebat semua.

Sayang kalau ternyata mau jadi biasa2 saja.

Kurang lebih begitu ya... 😊

Tentang takdir, lanjut ke halaman berikutnya yaaa...

Karina Hakman: *Tentang Hadits ikhtiar mendekatkan takdir*

Pelan - pelan ya... 😊🙏

Ikhtiar mendekatkan takdir yang saya tulis di atas bermakna:

Allah telah menetapkan banyak hal pada diri kita bahkan dari sebelum kita lahir.

Tapi, dari segala ketetapan itu, *Allah masih memberikan kita pilihan: ingin baik atau buruk*. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang akan kita pilih.

Sebagai contoh,
Terkait jodoh... Allah telah menetapkan

_"Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik."_
 (lihat QS. An Nur:26)

Artinya, walaupun *jodoh adalah bagian dari takdir*, kita masih bisa memilih ingin jodoh yang baik atau yang buruk.

Begitupun dengan perkara lainnya, 😊

Kalau kita ingin anak yang shaleh, maka *lakukanlah usaha-usaha untuk memiliki anak yang shaleh.*

Mendoakan anak, berdoa sebelum beribadah suami istri, memberikan lingkungan yang baik pada anak, dst, 😊

semuanya adalah usaha/ikhtiyar untuk *menjemput takdir yang baik.*

Allahualam bishawab

• Terkait Hadits, saya sedang tidak pegang buku Hadits dan bukan ahli Hadits. Hanya murid saja... 😊🙏

Tapi setidaknya, ada banyak ayat Al Quran yang menerangkan terkait *sebab-akibat* perbuatan manusia.

Ayat yang saya sampaikan di atas (QS. Asy-Syams: 8-10) adalah satunya di mana Allah menyatakan memberikan pilihan.

Contoh lain,
di dalam QS. An-Naziat: 37-41, Allah menerangkan tentang orang-orang yang masuk surga dan neraka dikarenakan perbedaan amalnya selama di dunia.

Contoh lain yang sering jadi favorit kita semua,
QS. Ath-Thalaq ayat 2-3. 😍 Kalau kita bertaqwa dan tawakkal kepada Allah, maka Allah akan menunjukkan jalan dari yang tidak disangka2.

*Maka iman, usaha, dan berbagai keputusan kita akan berpengaruh kepada taqdir yang kita jalani.*

Allahualam bishawab.

Karina Hakman: *Ooh.. tambahan* terkait ikhtiyar menjemput taqdir yang baik... Perbanyak istighfar memohon ampun kepada Allah.. QS. Nuh: 10-12. 😊

_"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”_

Banyak hadits juga yang senada dengan ayat ini.

Allahualam

Karina Hakman: *Dari grup #2*

2⃣
Pertanyaan : bagaimana menghadapi masa anak anak yang nakal ? Supaya tidak nakal hingga dewasa

*Jawab:*

Tidak ada anak yang dilahirkan dalam keadaan nakal. 🙈🙈🙈

_"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):_

_"Bukankah Aku ini Tuhanmu?"_

Mereka menjawab: _"Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi"._

_(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",_

(lihat QS.Al A'raf: 172)

Maknanya, ketika anak nakal, seperti yang saya sampaikan di pertanyaan sebelumnya, dari yang saya pelajari, orangtualah yang pertama kali harus *beristighfar dan muhasabah.* 😊 Dilanjutkan dengan mulai memperbaiki diri dan keluarga tahap demi tahap, terutama dalam mendekatkan diri kepada Allah dan mempelajark ilmu yang diperlukan dalam mendidik anak.

Karena kitalah yang diberi tanggung jawab/amanah pertama kali dalam mendidik anak.

Anak bisa menjadi musuh bisa pula menjadi sahib, dan Allah memerintahkan kita untuk *berhati-hati, memaafkan (lihat QS. 64:14)*, dan *bertaqwa (lihat ayat 15-16 nya).*

😊

Allahualam.

 Karina Hakman: *Dari grup #2*

Madrasah Ayah Bunda #2

1⃣
Pertanyaan : saya memiliki bayi usia 4bulan..
Saya berperan sebagai ibu sekaligus ayah, dikarnakan suami bekerja diluar kota & hanya pulang tiap 3-4bulan sekali..
Karna kondisi tersebut, saya sering mendengar omongan tetangga tentang suami saya yang jarang pulang tersebut.

Yg ingin saya tanyakan, jika nanti anak saya sudah besar, bagaimana cara nya menjelaskan pada anak tentang kondisi ini?

*Jawab:*
Waah waktunya sudah habis ya.. saya coba ringkas saja ya..  😊😊😊🙏

1. Pelajari ilmu tentang kemuliaan memberi nafkah seorang suami kepada keluarganya.

2. Pelajari ilmu terkait fiqih suami yang bepergian (terkait waktu, adab, kewajian, dan seterusnya).

3. Abaikan saja omongan tetangga. *Jadikan sebagai kesempatan ladang pahala dengan bersabar dan mendoakan mereka agar bertaubat*. *Berghibah* adalah dosa yang tidak boleh diremehkan di sisi Allah SWT.

4. Terapkan pernikahan yang jarak jauh ini sesuai ilmu yang dipelajari di poin 2 di atas.

5. Ketika suami pulang, optimalkan dengan quality time bersama anak, memperkuat kedekatan emosi, dan membangun rasa tsiqah (peecaya), hormat, sayang dari anak ke Ayah.

6. Ketika suami sedang bepeegian ke luar kota. Mujahadahlah untuk sering2 berkomunikasi, semata2 karena Allah. Pernikahan adalah perjanjian yang berat (mitsaqan ghaliza) dan setan sangat  ingin menggangu dan membubarkannya.

7. Jika anak bertanya tentang ayahnya, dan omongan tetangga, sampaikan poin 1 dan ajarkan anak untjk terus mempraktekkan poin 5.

8.  kisah yang bisa diambil hikmahnya terkait suami yang sering bepergian adalah kisah pernikahan Nabi Ibrahim a.s dengan Siti Hajar. Dari kesabaran mereka lahirlah ismail a.s yang kemudian dari keturunannya lahirlah Nabi akhir zaman, yang paling mulia, Rasulhllah SAW.

Allahualam bishawab. Semoga Allah mudahkan lapangkan hati dan berkahi urusan keluara Bunda sekelurag. 😊🙏

🌼🌼🌼🌷🌷🌷🌷🌷🌼🌼🌼

Masyaa Allah,

Alhamdulillahirabbilalamin,

😭😭😭

Luarrr biasa sekali teh Karinnnnn, Jazzakillah Khairan tetehhh sudah berbagi ilmu dgn kita semua di forum ini. Sungguh amat bermanfaat tehhh,

Saya berharap sekali, semakin banyak Ibu, Calon Ibu yg sedia dan siap menjemput ilmu untuk menjadi "Madrasah Utama bagi Keluarga",

Semoga menjadi amal jariyah untuk Tehh Karin dan keluarga.. :")

Masyaa Allah,
Allohuakbar!!

Bunda semua, kini dihadapan bunda telah hadir karunia Allah, seorang anak, untuk ditemani, dirawat, ditumbuhkan, dikembangkan berbagai potensi yang ada pada dirinya.

Syukur dan Sabar, semoga Allah senantiasa membersamai bunda semua dalam setiap langkah mendidik dan merawat buah hati,

Yang belum menikah, belum mempunyai anak, mudah2an Allah mudahkan segala prosesnya :")

Dan tetaplah belajar, siapkan bekal terbaik untuk mendidik anak-anak kita..

Sumber : Group WA Madrasah Ayah Bunda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar