🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
*BC Sabtu, 7 April 2018*
Lanjutan Materi Kurikulum HS
*Bag 2: Rekomendasi Kurikulum HS usia 4 - 12 thn*
oleh: *Ambu Ayeman*
🌹
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamualaykum wr wb.
Sebelumnya, perlu kami ingatkan dulu bahwa kami adalah orang tua yang sungguh biasa-biasa seperti orang tua pada umumnya, yang sedang berusaha memantaskan diri untuk menjadi shalih shalihah. Jikalau memang ada kebaikan pada keluarga kami, maka itu adalah kemudahan-kemudahan yang datang dari Allah Azza wa Jalla semata. MasyaaAllahu laa quwwata illaa billah, allahuma baarik 'alayhi.
Sedangkan kesalahan pada diri kami tentu banyak. Mohon dimaklumi, kami pasangan orang tua yang masih sangat-sangat perlu banyak belajar... Pahamilah bahwa kami bukan ahli di bidang, pendidikan, tahfidz ataupun parenting. Kami hanya semata membagikan pengalaman kami membersamai putra kami dalam berislam. Dari apa yang kami sampaikan, pastikan untuk selalu cek dan ricek ke Al Quran dan As Sunnah as shahihah, yaa. Jika sesuai, silakan praktekkan. Jika menyelisihi, segera tinggalkan dan ingatkan kami juga.
Syukran wa jazakumullahu khayran ❤
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
Kali ini kami akan membahas bagaimana kami menyusun kurikulum homeschooling kami. Seperti yang
sudah disampaikan sebelumnya, kami memiliki perioritas-prioritas tertentu dalam membimbing dan
mendidik putra kami, sehingga kurikulumnya pun menyesuaikan dengan visi misi keluarga kami.
Secara umum, kurikulum kami kurang lebih tersusun seperti di bawah ini. Mohon dipahami bahwa ini
hanyalah gambaran kasar saja, di mana intensitas pembelajaran diilustrasikan dengan kepekatan warna.
Warna yang ringan/pudar menggambarkan intensitas rendah, dan warna semakin pekat
menggambarkan intensitas/materi yang bertambah. Tidak semua bidang dapat kami uraikan satu per
satu, karena hal yang dipelajari dapat sangat banyak dan urutannya tidak dapat ditentukan, seringkali
disesuaikan dengan situasi. Warna merah menunjukkan bahwa bidang tersebut belum mulai dikenalkan.
1. Dalam *Islamic Studies*, kami mengenalkan aqidah (tauhid), akhlak adab, fikh, Al Quran dan sirah
pada putra kami di usia yang sangat dini, karena memang hal-hal tersebut akan menjadi pondasi
hidupnya. Tentu dalam bentuk yang sangat sedrhana, misalnya dengan perbincangan seperti:
_“MasyaaAllah, sudah bisa makan sendiri, yaa? Alhamdulillah Allah beri kita rezeki makanan.Yuk,
coba bilang: Alhamdulillah…”_
Ungkapan tersebut sudah mengandung nilai-nilai Akidah (Allah
memberi rezeki) dan adab (bersyukur dan mengucap hamdalah). Intensitas keterpaparan putra kami
terhadap hal-hal tersebut semakin lama semakin tinggi. Pun bahasan yang diberikan. Di usia dini,
putra kami dapat mengamati kami shalat dan mencoba ikut-ikutan, sehingga dia menjadi paham
bahwa: Oh, ternyata untuk shalat perlu membersihkan diri dulu (wudhu). Oh, ternyata gerakannya
begitu dan begitu.
Keterpaparan ini sudah menjadi dasar akan pendidikan fikih ibadah. Tentu hal ini
akan menjadi lebih jelas saat ia pelan-pelan dapat melakukan seluruh gerakannya, semakin lama
semakin sempurna, menghafal bacaan-bacaannya, dan lambat laun mengerti artinya. Selanjutnya,
seiring dengan perkembangan kematangannya, ia dapat mempelajari syarat-syarat sahnya shalat
dan kewajiban-kewajiban dalam shalat, misalnya.
2. *Soft Skills* merupakan bidang yang sangat luas, mencakup integrasi semua adab dan akhlak islami
seperti jujur, shiddiq, bersyukur, tawakkal, qanaah, amanah, fathanah, serta nilai-nilai universal
seperti percaya diri, bertanggungjawab, berjiwa terbuka, berani, senang menolong, menabung,
hemat, senang berbagi, berhati-hati, fokus, teliti, menjadi pendengar yang baik, tidak menyerah,
berjiwa pejuang, memegang komitmen, peduli, memegang prinsip, mandiri, , menghargai orang lain,
reflektif, berempati, hormat, mencari tahu, antusias, dapat bekerja sama, dapat berkomunikasi
dengan baik, berani mengambil resiko, berpengetahuan,menabung, menghindari hutang, meminta
tolong saat membutuhkan dan lain-lain.
Dapat dilihat bahwa nilai-nilai yang perlu dibiasakan pada
diri anak sangat banyak, seningga pembagian waktunya tidak dapat kami rencanakan secara khusus.
Seringkali pembelajaran soft skills terjadi sesuai dengan momen yang sedang terjadi. Misalnya saat
kami kedatangan tamu ketika putra kami masih balita, ia belajar berani untuk menyalami tamu-
tamu, menyampaikan nama dan usianya, mengucap salam. Saat itu, ia sudah mulai belajar bibit-bibit
dari: adab, berani, public speaking (salah satu life skills).
3. *Life Skills* bagi kami secara umum adalah keterampilan dasar untuk mempertahankan hidupnya
dengan cara yang efisien dan efektif. Di dalam tabel kami cantumkan beberapa saja, walaupun
sesungguhnya masih ada banyak lagi.
*Self care* adalah keterampilan merawat diri sendiri, misalnya.
Dalam hal menjaga kebersihan tubuh: mencuci tangan sebelum makan, menggosok gigi, mandi,
mencuci rambut, memotong kuku, dan lain-lain. Termasuk juga merawat luka, dan hal-hal mendasar
yang perlu dilakukan saat jatuh sakit.
*Homemaking* mencakup segala urusan rumah tangga, seperti
membersihkan rumah, mengatur penggunaan barang/bahan makanan, mengatur tata letak barang-
barang di rumah, merawat barang-barang, mencuci pakaian, menyetrika, mencuci piring, memasak,
menjahit, pertukangan dasar, merawat tanaman dan hewan peliharaan, memastikan kenyamanan
tinggal di rumah.
*Socialising* adalah keterampilan untuk berteman dan berinteraksi dengan orang
lain dengan berbagai latar belakang. Planning dan organizing adalah keterampilan merencana dan
mengatur. Misalnya, saat memutuskan ingin masak sayur sop, putra kami akan belajar
merencanakan bahan-bahan yang perlu dibeli dengan melihat/memeriksa bahan apa saja yang ada
di dapur dan bahan apa saja yang perlu dibeli. Dengan demikian ia dapat membuat daftar
belanjanya, kemudian memperhitungkan berapa banyak bahan yang perlu dibeli untuk dikonsumsi
sekian orang, dan berapa banyak uang yang perlu di bawa. Kegiatan ini sudah mencakup
pembelajaran planning dan organizing, menulis serta matematika.
*Public speaking* adalah
keberanian berbicara dengan terstruktur di hadapan orang lain, yang mungkin dalam jumlah yang
banyak. Dalam kegiatan belanja di warung sayur, seorang anak perlu mengumpulkan keberaniannya
untuk interaksi jual beli, terutama jika lawan bicaranya adalah orang-orang dewasa. Ini sudah bibit
public speaking bagi kami.
*DIY Houseworks* adalah kemampuan memperbaiki perkakas rumah
tangga sehari-hari sebelum mencapai level yang membutuhkan bantuan tukang atau bengkel.
Contohnya, memperbaiki rantai sepeda yang lepas, mengecat rumah, memompa ban sepeda atau
bola basket, mengelem sol sepatu yang lepas, memperbaiki engsel pintu, plumbing, pertukangan
dasar dan lain-lain. Kami berharap suatu saat putra kami juga memiliki pemahaman dasar tentang
mesin kendaraan bermotor.
*Financial skills* adalah kemampuan mengatur keuangan, memilah
antara kebutuhan dan keinginan, menahan diri dari membeli keinginan-keinginan, menabung,
memilah dana untuk sedekah, dipakai, dan ditabung, menakar kebutuhan masa depan.
4. *Numeracy* adalah kemampuan matematika, dimulai dengan angka dan berhitung. Sesuai
perkembangan kematangan, materi ini akan meningkat instensitasnya sesuai dengan kurikulum
sekolah pada umumnya.
5. *Literacy* merupakan kemampuan berbahasa. Kami membaginya menjadi reading (keterampilan
membaca, termasuk mengeja, mengucapkan kata dengan benar, intonasi, ekspresi), reading
comprehension (memahami apa yang dibaca), handwriting (menulis, baik dalam huruf cetak dan
huruf bersambung), writing composition (membuat tulisan/ surat/ karangan/ artikel/ laporan), idea
developing (membuat mind map, slides, list/daftar), languages (berbagai bahasa).
6. *Science* merupakan ilmu pengetahuan yang mencakup biologi, fisika, kimia, astronomi, geografi.
7. *Art and craft* mencakup berbagai keterampilan seperti bebikinan dari berbagai bahan, merajut,
menjahit, memanfaatkan barang bekas, menggambar.
8. *Sport and PE (Physical Education)* dalam bahasa Indonesia disebut Pendidikan Jasmani dan Olah
Raga, mencakup olah raga harian (pemanasan, jogging, bersepeda), Thifan Tsufuk, panahan, renang,
memilih makanan sehat, kebersihan diri dan lingkungan.
9. *General Knowledge* adalah pengetahuan-pengetahuan umum seperti Kurikulum Nasional Indonesia
yang berlaku, sejarah, keterampilan dasar komputer, keterampilan mengetik dengan sepuluh jari,
peduli lingkungan, keterampilan akademik.
Sekilas, semua ‘mata pelajaran’ terlihat sangat banyak, yaa, bagaikan menggunung. Akan tetapi pada
kenyataannya kami menjalaninya sedikit demi sedikit.
*Ada beberapa catatan pentingyang perlu kami sampaikan juga:*
1. *Semua berawal dengan pengenalan yang sangat halus,* misalnya membiarkan anak mengamati apa
yang dilakukan oleh orang tuanya dalam aktivitas sehari-hari, lalu usahakan untuk menjawab
pertanyaannya . Jika memang tidak tahu jawabannya, katakan belum tahu, lalu usahakan cari
jawabannya. Lebih baik lagi jika anak dapat dilibatkan dalam mencari jawabannya. Jangan sampai
berbohong atau memberi jawaban yang asal. Misalnya, saat anak bertanya tentang hujan, katakan
yang sebenarnya dengan bahasa yang mudah dipahami anak, insyaaAllah mereka bisa mengerti.
Jangan sampai mengatakan ‘Langit sedang menangis karena sedih’.
2. *Hargai golden moments mereka*. Golden moments adalah saat ketika anak sedang sangat tertarik
pada sesuatu, sehingga ia banyak bertanya tentang hal tersebut. Usahakan puaskan rasa
penasarannya. Golden moments adalah saat-saat dimana anak benar-benar belajar dan dapat
menjadi sangat paham tentang hal yang menjadi ketertarikannya tersebut. Sebagai contoh, saat
putra kami berusia lima tahun, setiap kali kami berkendara (kami menggunakan motor bebek
bertiga), ia selalu bertanya tentang pelat nomor kendaraan. “Itu plat DK dari mana? A dari mana? E
dari mana?” Semua yang ia lihat ditanyakan, sampai kami tidak bisa menjawab lagi pelat-pelat yang
kami pun tidak hafal. Lalu abah search di internet, print, lalu ditempel di dinding. Dalam waktu
singkat putra kami hafal semua plat nomor Indonesia, sehingga saat kami berkendara ia bisa
melapirkan, “itu mobil dari Cirebon! Itu dari Priangan Timur! Itu dari Kalimantan, jauh banget, yaa?”
Beri mereka waktu untuk memuaskan rasa ingin tahunya, walaupun ini berarti menggeser
perencanaan yang sudah kita buat.
3. *Upayakan mencari informasi atau jawaban-jawaban atas pertanyaan anak dengan mengutamakan referensi* berupa orang yang memang ahli di bidangnya, serta buku-buku rujukan. Jadikan internet
sumber terakhir. Dengan demikian anak melalui proses pencarian dan tidak mengharapkan jawaban
instan. Mencari sebuah kata dalam kamus dapat mendidik kesabaran dan ketelitian, dan
menemukan kata yang dicari sudah merupakan ‘hadiah’ bagi anak.
[14/4 06:27] Karina Hakman: 4. *Belajar bersama.* Ada hal-hal yang perlu kami ajarkan pada putra kami,sedangkan kami sendiri pun
belum menguasainya. Jadilah kami belajar bersama. Misalnya, kami dulu tidak hafal doa keluar
rumah. Ya sudah, kami hafalkan bersama-sama, lalu saling mengingatkan saat keluar rumah, dan
jadikan kebiasaan. Alhamdulillah lama-lama menjadi kebiasaan yang insyaaAllah tidak terlewatkan
lagi.
5. *Pelajaran yang sudah dan sedang berlangsung tidak terikat usia/waktu/level/tingkat.* Jikalau putra
kami lambat memahami suatu pelajaran dan perlu waktu lebih, maka akan kami perpanjang
pelajaran tersebut. Misalnya, jika putra kami belum paham tema perkalian dalam waktu enam kali
pertemuan, maka tetap akan kami bahas di pertemuan-pertemuan berikutnya hingga betul-betul
dipahami, walaupun memakan lebih banyak waktu. Kami tidak terburu-buru masuk ke tema baru
(misalnya tema pembagian) sebelum perkalian ini benar-benar dikuasai. Sebaliknya, jika putra kami
cepat memahami sesuatu hingga dikuasainya, kami tidak segan memberikan materi baru pelajaran
berikutnya. Dengan demikian pada saat ini, level pelajaran yang putra kami terima berbeda-beda jika dibandingkan dengan kurikulum nasional.
Agama Islam, numeracy dan literacy sudah masuk
level kelas tiga, Sejarah sudah advance, sedangkan IPA, IPS, PKn baru pada level dasar.
Demikianlah sekilas penyelenggaraan kurikulum dalam keluarga kami. Semoga dapat memberikan
gambaran bagi Bapak/Ibu dalam merancang kurikulum sesuai visi misi dan kebutuhan keluarga masing-
masing. *Dalam pelaksanaannya, tetaplah selalu minta petunjuk dan pertolongan Allah Azza wa Jalla,*
insyaaAllah selalu ada jalan.
Secara umum, kita tidak dapat memaksakan anak-anak untuk mau belajar
apa yang sudah kita siapkan, tetapi kita tetap bisa berupaya untuk membuatnya menarik, memancing
rasa penasaran dan ketertarikan anak, hingga akhirnya mereka belajar dengan ikhlas dan suka hati.
Sekian dari kami,
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh
*Ambu dan Abah Ayeman*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar