[16/3 14:58] Indah Admin Karina Hakman: *Eh.. Tanya 03 ketinggalan...* (lompat langsung ke - 4....ini yg ke tiga oleh Ust Kardita yaaaa 😊👇
*Tanya 03*:
Makna Hadits
*Jawab 03*
3. Makna dari kalimat …orang duduk lebih baik dari orang berdiri dst… dalam hadits
Nabi saw yaitu mereka yang memilih duduk dan tidak ikut serta dalam fitnah dan
tidak melibatkan diri sedikitpun, tidak menghalalkan tumpahnya darah
saudaranya sesama muslim dalam keadaan bagaimanapun juga kecuali pada keadaan yang dikecualikan oleh syariat Islam yang mulia. Mereka hanya
mengambil langkah yang insya Allah paling aman, terutama bagi diri mereka
pribadi. Duduk berarti diam menjaga diri. Tidak cepat-cepat membenarkan suatu
hal dan tidak pula menghakimi yang dianggapnya salah. Mengambil cara yang
lebih tepat agar terhindar dari sifat kotor saling menghujat, menghina, dan
menjatuhkan. Yang mereka lakukan hanyalah bersabar dan berdoa meminta
perlindungan kepadaNya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits ini berisi peringatan keras
supaya menjauh dari fitnah dan anjuran untuk tidak turut campur di dalamnya,
sedangkan tingkat keburukan yang dialaminya tergantung pada sejauh mana
keterkaitan dirinya dengan fitnah itu.” (lihat Fath al-Bari [11/37]
Wallahu a’lam
[16/3 14:58] Indah Admin Karina Hakman: *Dari Teh Patra itu duluuuu....* Sekarang lanjut *Hasil tanya jawab dr Ust Kardita*
😊👇👇👇👇
*Tanya 01*:
Maksud Hadits
Maksud dari sabda Rasul saw dalam hadits Abu Daud dan Nasa’I yaitu pesan
beliau kepada Abdullah bin Amr bin Ash ra dalam kalimat:…
*berhati hatilah
dengan urusanmu sendiri lalu tinggalkanlah perkara yang umum*
adalah agar
beliau tidak mengikuti jalan dan kebiasaan kebanyakan orang-orang umum pada
zaman fitnah terjadi dan tidak terperdaya dengan pendapat mereka dikarenakan
kebanyakan mereka mengikuti kesesatan dan jauh dari kebenaran, yang
mengakibatkan beliau celaka dan binasa. Adapun orang-orang yang mengikuti
kebenaran sangat sedikit sekali dan diasingkan. Pensyarah kitab sunan Abu Daud
Syaikh Muhammad Syamsul Haq al Adzim Abadi dalam Aunul Ma’bud
menjelaskan bahwa maksud hadits tadi :…hendaklah kalian menjaga diri kalian
dan agama kalian serta tinggalkanah kebanyakan orang-orang jangan mengikuti
mereka. Ini merupakan keringanan (rukhshoh) agara meninggalkan amar ma’ruf
nahi munkar apabila orang-orang jahat sangat banyak dan orang-orang baik
sangat sedikit (pada zaman fitnah).
Wallahu a’lam
*Tanya 02*:
Tentang membaca Al Kahfi di hari Jumat
*Jawab 02*:
2. Dalam beberapa hadits Rasulullah saw dijelaskan bahwa mereka yang membaca
surat Al Kahfi baik sepuluh ayat pertama maupun terakhir akan dilindungi dari
fitnah Dajjal:
Dari Abu Darda’, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
akan ia maka, Kahfi Al surat dari pertama ayat sepuluh menghafal Barangsiapa “مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آیَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَھْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ
terlindungi dari (fitnah) Dajjal” (HR. Muslim no. 809).
Dari An Nawas bin Sam’an, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
awal-awal bacalah, Dajjal zamannya mendapati kalian antara di Barangsiapa “فَمَنْ أَدْرَكَھُ مِنْكُمْ فَلْیَقْرَأْ عَلَیْھِ فَوَاتِحَ سُورَةِ الْكَھْفِ
surat Al Kahfi” (HR. Muslim no. 2937).
Dari Abu Darda’, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ عَشْرَ آیَاتٍ مِنْ آخِرِ الْكَھْفِ عُصِمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ ». قَالَ حَجَّاجٌ « مَنْ قَرَأَ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ سُورَةِالكَھْفِ
“Barangsiapa membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Al Kahfi, maka ia akan
terlindungi dari fitnah Dajjal.” Hajjaj berkata, “Barangsiapa membaca sepuluh
ayat terakhir dari surat Al Kahfi” (HR. Ahmad 6: 446. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Imam Nawawi berkata, "Sebabnya, karena pada awal-awal surat al-Kahfi itu
tedapat/ berisi keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kebesaran Allah. Maka orang
yang merenungkannya tidak akan tertipu dengan fitnah Dajjal. Demikian juga
pada akhirnya, yaitu firman Allah:
"Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil
hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? . . ." QS. Al-Kahfi: 102. (Lihat
Syarah Muslim milik Imam Nawawi: 6/93)
Diantara hubungannya fitnah Dajjal (akhir zaman) dengan surat al-Kahfi sebagai
benteng perlindungan dari fitnah Dajjal, yaitu:
Dalam surat al-Kahfi terdapat empat kisah:
Kisah pertama; tentang sekelompok anak muda yang beriman kepada Allah SWT
dan hidup di tengah pemerintahan yang zhalim, mereka menawarkan Islam
namun ditolaknya, kemudian mereka dikejar-kejar, lalu berlindung di gua (kahfi)
dan tertidur selama 309 tahun, kemudian tatkala bangkit kembali, keadaan negeri
berubah jauh dari sebelumnya dan penduduknya telah beriman kepada Allah.
(ayat 14-18)
Kisah Kedua, tentang seorang shohibul Jannatain (pemilik dua kebun) yang telah
diberi nikmat Allah, namun mengingkari nikmat itu, dan melupakan Allah serta
hari kiamat karena terlena dengan harta meskipun sudah diperingatkan
saudaranya.(Ayat 32-42)
Kisah ketiga, Kisah Nabi Musa as dan Khidr, tatkala Nabi Musa ditanya oleh
kaumnya, “Siapakah orang paling alim (pintar) di bumi ini?” Musa menjawab
bahwa dirinya-lah orang yang paling pintar di dunia. Kemudian Allah
mengingatkan nabi Musa as bahwa ada hamba Allah yang lebih pintar dan alim
dari dirinya, yang kemudian Musa as pun memohon kepada Allah agar
ditunjukkan tempat Khidr yang berada diantara dua pertemuan laut (Majma’ al-
bahrain). Namun setelah menuntut ilmu kepada Khidr, Musa as pun tidak tahan
dengan sikap Khidr as.(ayat 62-70)
Kisah keempat, tentang Zulkarnain seorang raja yang adil dan menebarkan
kebenaran ke seluruh negeri-negeri, hingga bertemu dengan suatu kaum yang
hampir tidak dapat dimengerti bahasanya. Namun meskipun beliau mempunyai
kekuasaan dan kemampuan, dalam melaksanakan tugasnya beliau masih tetap
meminta pertolongan dari pihak lain karena ketawadhuannya. “maka tolonglah
aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding
antara kamu dan mereka” (ayat 95)
Keempat kisah di atas mengandung pesan bahwa di dalam kehidupan ini terdapat
empat fitnah (ujian) utama:
Pertama, fitnah atau ujian memegang teguh agama. Dalam memegang teguh
agama dan menegakkannya, sering kali mendapat tantangan, terutama dari kaum
mapan, seperti para penguasa. Hal iini telah dialami para pemuda al-Kahfi
(ashabul Kahfi), namun Allah telah menyelamatkan mereka.
Kedua, fitnah atau ujian harta, hal ini di alami oleh salah seorang pemilik kebun
seperti yang disebutkan dalam kisah di atas. Dengan hartanya, dia mengingkari
Allah, bahkan mengingkari datangnya hari kiamat. Dia berkata: “dan aku tidak
mengira hari kiamat itu akan datang,” (ayat 38)
Ketiga, fitnah atau ujian ilmu, sehingga seseorang sombong dan mengira dirinya
paling pintar serta merendahkan pihak lain, sehingga hilang sifat tawadhu’ dan
enggan berkumpul menuntut ilmu bersama yang lain. Hal seperti ini pernah
terjadi dalam kisah Nabi Musa as dan Khidr.
Keempat, fitnah atau ujian kekuasaan. Dengan kekuasaannya seseorang
melakukan apa saja yang diinginkannya, menebar fitnah serta berbuat
kezhaliman. Hal ini berbeda sekali dengan kisah Dzulkarnain sang raja yang adil
dan bijak dan menebar kebenaran serta keadilan.
Nah, empat fitnah, atau ujian inilah yang akan terjadi pada saat datangnya Dajjal.
Dajjal akan melakukan kezhaliman berupa pemaksaan orang untuk beriman dan
beribadah kepadanya serta melupakan Tuhan Allah swt, kemudian memamerkan
kemampuannya melakukan sesuatu yang supranatural di luar kemampuan
manusia biasa, sehingga manusia mengimaninya. Ini adalah ujian memegang
teguh agama (fitnah al-din).
Dajjal juga sanggup memenuhi permintaan orang untuk menurunkan hujan di
suatu kawasan, dan dapat merubah pada pasir tandus menjadi kawasan yang
subur dan rindang. Ini merupakan bentuk fitnah harta (fitnah al-maal)
Dajjal juga mampu menebar orang-orang yang dapat memberitakan prediksi-
prediksi yang akan terjadi sehingga manusia mempercayainya, Ini merupakan
bentuk fitnah ilmu pengetahuan (fitnah al-‘ilm)
Dan dengan kekuasannya Dajjal pun dapat memaksakan kehendaknya kepada
seluruh negeri (fitnah al-sulthoh/kekuasaan). Keempat fitnah ini merupakan
fitnah yang dahsyat bagi kaum muslimin di setiap zaman dan tempat. Oleh karena
itu Rasulullah saw telah memberi peringatan agar kita membaca surat al-Kahfi,
mentadabburinya, serta merenunginya, terutama pada empat kisah di atas.
Wallahu a’lam
*Tanya 04*:
*Bagaimana membedakan Dai Su'u dan Dai yang benar?*
*Jawab 04*
4. Membedakan antara dai suu dan ulama yang sebenarnya yaitu dengan
memperhatikan ciri-cirinya yang sudah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
a. Imam Syafi’i pernah berkata: Nanti di akhir zaman akan banyak Ulama yang
membingungkan Umat, sehingga Umat bingung memilih mana Ulama Warosatul
Anbiya dan mana Ulama Suu’ yang menyesatkan Umat. Lantas murid Imam Syafi’i
bertanya: “Ulama seperti apa yang kami harus ikuti di akhir zaman wahai guru?”
Beliau menjawab: “Ikutilah ulama yang dibenci kaum kafir, kaum munafiq, dan
kaum fasik. Dan jauhilah ulama yang disenangi kaum kafir, kaum munafiq, dan
kaum fasik, karena ia ia akan menyesatkan mu, menjauhi mu dari Keridhoan
Allah”
b. Sufyan bin Uyainah rahimahullah salah seorang ulama salaf berkata: “Jika di
akhir zaman nanti kalian mendapati perselisihan diantara umat, maka wajib bagi
kalian memegang fatwa ulama ahlusts tsugur”. Ahluts tsugur adalah ahlul jihad,
para ulama yang berada di front-front jihad.
c. Imam Ghazali membahasnya dalam kitab Ihya' Ulumiddin, yang membagi ulama
dalam dua bentuk kategori, Ulama Akherat dan Ulama Dunia. Yang pertama
adalah ulama pewaris Nabi, warasat al-anbiya. Sedangkan yang kedua adalah
Ulama suu' (jahat).
Ulama Akherat adalah Ulama yang sadar betul akan ilmu yang dimilikinya. Ulama
ini memiliki ciri-ciri antara lain, tidak memanfaatkan ilmu hanya untuk mencari
keuntungan duniawi, konsekuen dengan ucapannya, sederhana, menjaga jarak
dengan penguasa, tidak tergsa-gesa memberikan fatwa, mementingkan kata hati.
Sementara itu, Ulama akherat hidup bersahaja dalam pengabdiannya yang shalih
terhadap ilmu agama dan menjauhkan diri dari upaya mengejar kebendaan dan
politik. Para ulama itu lebih senang melewatkan hari demi hari dalam
kesederhanaan dari pada bergaul dengan raja dan konglomerat. Keseluruhan
hidup mereka dimaksudkan untuk menyebarkan pengetahuan dan berjuang
untuk mempertinggi moral masyarakat.
*Eh.. Tanya 03 ketinggalan...* (lompat langsung ke - 4....ini yg ke tiga oleh Ust Kardita yaaaa 😊👇
*Tanya 03*:
Makna Hadits
*Jawab 03*
3. Makna dari kalimat …orang duduk lebih baik dari orang berdiri dst… dalam hadits
Nabi saw yaitu mereka yang memilih duduk dan tidak ikut serta dalam fitnah dan
tidak melibatkan diri sedikitpun, tidak menghalalkan tumpahnya darah
saudaranya sesama muslim dalam keadaan bagaimanapun juga kecuali pada keadaan yang dikecualikan oleh syariat Islam yang mulia. Mereka hanya
mengambil langkah yang insya Allah paling aman, terutama bagi diri mereka
pribadi. Duduk berarti diam menjaga diri. Tidak cepat-cepat membenarkan suatu
hal dan tidak pula menghakimi yang dianggapnya salah. Mengambil cara yang
lebih tepat agar terhindar dari sifat kotor saling menghujat, menghina, dan
menjatuhkan. Yang mereka lakukan hanyalah bersabar dan berdoa meminta
perlindungan kepadaNya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits ini berisi peringatan keras
supaya menjauh dari fitnah dan anjuran untuk tidak turut campur di dalamnya,
sedangkan tingkat keburukan yang dialaminya tergantung pada sejauh mana
keterkaitan dirinya dengan fitnah itu.” (lihat Fath al-Bari [11/37]
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar