*Materi 01 HomeSchooling Rabbani*
📆 2 Feb 2018
🎙 Ust. Jalaludin Asy-Syatibi
🗒 Ditulis oleh Supri dan Karin
*Bismillāhirrahmānirrahīm*
Baik laki-laki maupun perempuan, baiknya mengetahui apa hakikat dirinya dalam pernikahan sesuai dengan Al-Quran. InsyaAllah akan ada 7 poin Hakikat dari Materi bersama Ust. Jalal. Dua poin disampaikan sekarnag, 5 poin lagi insyaAllah menyusul. Mohon untuk menyimak di waktu yang:
- Fokus
- Ibadah wajib telah tertunai
- Anak terkondisikan
- Tanggung Jawab utama dilaksanakan 🙏
*I. Hakikat Suami dan Istri yang Pertama*.
Secara hakikat, suami dan istri keduanya memiliki peran sebagai *pakaian* antara satu sama lain. Dari QS. Al Baqarah ayat 187, Allah menyebutkan yg artinya
_"...mereka (istri) adalah pakaian bagimu, dan kalian adalah pakaian bagi mereka.."_
Apa yang dimaksud Suami Istri sebagai pakaian?
Syaikh FahruRazi menjelaskan makna pakaian di dalam Al Quran menjadi setidaknya kepada 4 bagian.
1. Sebagai penutup aurat.
Dalam konteks suami istri, *menutup aurat*, memiliki makna hakiki/zhahir dan juga makna ma'nawi.
a. Makna zhahir menutup aurat
- Hendaknya suami dan istri menutup auratnya di hadapan yang bukan halalnya. Aurat suami adalah dari pusar hingga ke lutut. Aurat istri adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan (baik depan maupun punggung tangan).
- Proses *'ibadah suami istri'* adalah aurat yang harus ditutupi.
Rasulullah SAW melarang kita menceritakan apa yang terjadi kepada pihak lain.
Dalam hal ini, Allah memberikan panduan agar suami dan istri menjaga *3 waktu yang berperan sebagai aurat*. Tiga waktu ini adalah (1) Sebelum subuh (2) setelah dzuhur ketika menanggalkan pakaian (3) setelah shalat Isya' (lihat QS. An-Nur:58)
Pada 3 waktu tersebut, Allah memerintahkan agar para anak yang belum baligh, untuk meminta izin sebelum memasuki kamar orangtuanya. Jika anak yang belum baligh (belum akil) saja harus meminta izin, apa lagi yang sudah baligh.
Lalu bagaimana dengan anak yang masih kecil dan belum mengerti adab mendatangi orangtuanya?
Maka hal ini adalah isyarah bahwa anak yang telah selesai masa ASI nya, hendaknya memiliki kamar yang terpisah.
Sebegitu pentingkah?
Ya.. Suami dan istri adalah pakaian yang saling menutupi bahkan di hadapan anak usia dini. Jangan sampai mereka merasakan, melihat, dan mendengar apa-apa yang belum layak mereka rasakan, bahkan hingga hal sekecil desahan sekalipun.
Batas usia ideal anak untuk tetap satu kamar adalah hingga usia sapih. Usia sapih yang dimaksud adalah *30 bulan* dikurangi *masa kehamilan*.
Jika hamilnya 6 bulan, maka ASI setelah lahir adalah 24 bulan.
Jika hamilnya 9 bulan, maka usia sapih adalah 21 bulan.
Menyusui melebihi waktu tersebut tidak haram, hanya saja berarti istri dan suami memberikan lebih dari yang patut disempurnakan.
*b. Makna Maknawi Menutup Aurat* adalah menutup segala keburukan dan kejelekan masing-masing pasangan. Sebelum menikah, setiap dari kita memiliki lebih dan kurang.
Salah satu fungsi dari memiliki suami/istri, adalah memiliki 'pakaian' yang akan menjaga berbagai rahasia diri, kekurangan, dan keburukan diri masing2.
Maka, *seharusnya*, setelah menikah seseorang akan lebih terjaga *kehormatannya*. Apa yang menjadi kekurangannya terjaga , terminimalisir, bahkan seiring dengan waktu harapannya *akan hilang*.
Adalah *bertentangan* dengan hakikat suami dan istri, jika setelah menikah, *aib istri justru tersebar melalui suaminya dan aib suami justru tersebar melalui istrinya.* Dalam situasi demikian, berarti peran pakaian dalam pernikahan secara maknawi, *tidak berfungsi*.
*2. Menghangatkan*
Fungsi pakaian yang kedua adalah menghangatkan.
Rasulullah SAW beruzlah ke gua hira berhari-hari. Dalam satu masa, hingga 40 hari lamanya. Oleh orang mekkah, gunung tempat gua Hira disebut juga sebagai *Jabal Nur*, gunung cahaya, karena gunung inilah yang pertama kali menerima cahaya (letaknya paling tinggi). Letak gua hira pun adalah tempat yang berangin kencang. Maka ketika pulang setelah menerima wahyu pertama, Rasulullah SAW berada dalam *dingin yang bermakna dua hal*: dingin secara fisik, dan dingin secara psikis (stres).
Maka kehadiran Khadijah ra sebagai istri Rasulullah SAW, adalah membantu Rasulullah SAW menghilangkan rasa dinginnya.
Khadijah menyelimuti Rasulullah SAW dan menghangatkan hati Rasulullah dengan menghiburnya. Mengingatkan Rasulullah SAW terhadap kebaikan-kebaikan beliau dab mengajak beliau menemui paman Khadijah. Melalui paman Khadijahlah (Waraqah bin Naufal), Rasulullah SAW kemudian diyakinkan oleh pihak lain bahwa Rasulullah berada di jalan yang benar dan beliau tidak gila.
*3. Mendinginkan yang panas*
Fungsi ketiga dari pakaian adalah mendinginkan yang panas.
Dalam rumah tangga, ujian dan tantangan adalah hal yang sewajaenya terjadi. Masing-masing keluarga memiliki ujiannya masing-masing:
ada yang melalui anaknya, atau justru belum dikaruniakan anak..
ada yang ujiannya adalah ekonomi..
ada yang ujiannya adalah kondisi masyarakat sekitar.. dsb..
Di zaman mekkah, Rasulullah SAW diuji oleh tekanan politik yang keras. Hinggakan kondisi politik tersebut menyebabkan Rasulullah SAW dan oara Sahabat di boikot selama 3 tahun. Dalam kondisi seperti itu, Khadijah senantiasa hadir di sisi Rasulullah SAW untuk mendukung dakwah beliau tanpa keraguan.
Keseluruhan taat seorang Khadijah kepada Allah telah menjadikan beliau sebagai salah satu *wanita pemuka surga*. Tidak ada yang berhak menjadi pendampingnya kecuali *suami yang paling mulia pula* yakni Rasulullah SAW.
*4. Sebagai Perhiasan*
Fungsi ke empat dari pakaian adalah sebagai penghias.
Secara hakikat, seharusnya setelah menikah baik suami dan istri akan semakin indah.
Indah dalam arti zhahir maupun bathin.
Secara zhahir:
Setelah menikah, adalah pahala bagi suami dan istri untuk semakin memperindah diri di hadapan suami/istri masing-masing.
Fenomena yang banyak terjadi saat ini justru terkadang sebaliknya. Suami lebih memperhatikan penampilan ketika di kantor, dan tidak merawat diri di rumah. Istri justru banyak berdandan ketika keluar rumah, dengan parfum semerbak, sementara di hadapan suami justru sebaliknya.
Secara maknawi,
Ketika Allah telah menghadirkan suami/istri, seharusnya keindahan dalam diri kita akan jauh semakin dalam hingga ke hati dan perbuatan.
Keindahan secara zhahir sifatnya adalah *semu* yang akan terkikis oleh usia dan godaan dunia lainnya.
Namun, *keindahan yang bermula dari hatilah* yang akan semakin menyerbakkan aroma dan warna warni *sakinah, mawaddah, dan rahmah* dalam rumah tangga.
*II. Hakikat Ke-Dua suami dan Istri*
Jika dalam ayat sebelumnya suami dan istri memiliki peran sama yakni pakaian, di dalam QS. Al Baqarah ayat 223, Allah menjelaskan peebedaan hakikat antara suami dan istri. Istri diibaratkan sebagai ladang, dan suami diibaratkan sebagai yang menanam (petani).
Ayat ini memiliki dua tafsiran makna umum.
a. Dalam kaitannya dengan membuahkan keturunan yang baik.
Seorang petani yang ulung, maka ia akan memilih
- lahan terbaik (wanita sebagai istrinya)
- mempersiapkan lahan dengan perawatan terbaik
- benih terbaik (dari dirinya)
- di saat terbaik (bukan waktu yg diharamkan, terjaga, dsb)
- dengan cara terbaik (silahkan pelajari adab2 ibadah khusus suami istri)
Setelah benih tertanam pun, maka petani ulung akan
- memberikannya perawatan terbaik
- lingkungan terbaik
- mempersiapkan panen dengan cara terbaik
dst.
Maka, seluruh proses sejak memilih pasangan hingga anak menjadi besar adalah *satu kesatuan utuh* dari harapan menuai keturunan yang shalih dan shalihah.
*b. Menanam dalam kaitannya membuahkan amal shalihah dari kalimah thayyibah.*
Makna kedua dari mananam di ladang adalah secara maknawi seorang suami akan menuai benih yang ia tanamkan agar menjadi pohon yang kuat, berbuah lebat, dapat dipetik sepanjang masa.
Di dalam Al Quran, *benih terbaik* yang dapat kita tanam adalah *kalimatan thayyibah*, perkataan2 yang baik (lihat QS. Ibrahim: 24).
Seorang suami bertanggung jawab merawat, membina, membimbing istrinya dalam hal kebaikan.
Seorang petani yang ulung, akan
- memilih lahan terbaik (wanita shalihah)
- mengenali jenis tanah yang akan ia tanam (proses saling mengenal sepanjang masa)
- Benih apa yang akan ia tanam (nasehat2 kebaikan)
- kapan masa terbaik untuk menanam (seni dalam menasehati)
- bagaimana cara perawatan terbaik (pembinaan istri)
- kapan harus dituai dst.
Buah yang dapat dipetik sepanjang masa adalah buah yang dapat hidup dan merekah di berbagai musim, musim panas, dingin, semi, gugur, kering, hujan.
Apabila seorang suami mampu membina seorang wanita sebagai istrinya dengan pembinaan terbaik,
niscaya ia akan menuai buah keberkahan bertambah-tambah, dalam 'musim' apapun, keadaan sulit dan lapang, senang dan sedih, kaya dan cukup, dan seterusnya.
Pohon yang kuat adalah yang akarnya memancar ke bumi, dan cabangnya memancar ke langit. Maka istri yang dituju adalah istri yang kuat pegangannya kepada Allah SWT, yang keberkahannya meluas ke mana2, meneduhkan yang berteduh, memberi buah bagi yang membutuhkan.
Maka, hakikat seorang suami bukan hanya memberi nafkah lahir bathin, namun juga merawat ladang yang Allah titipkan padanya, agar tercapai kebahagiaan dunia akhirat atasnya.
*Lanjutan Materi 1...*
*III. Hakikat Suami Istri bagian 3*
Laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda secara *fungsi dan fitrah*.
"...dan laki-laki tidak sama dengan perempuan.." (QS. Maryam: 36)
Allah telah mempersiapkan perempuan secara fisik maupun psikis untuk (1) Hamil (2) Melahirkan (3) Menyusui.
Sesabar dan sekuat apapun seorang laki-laki, tidak akan ada yang mampu menggantikan ketiga peran wanita yang disebut di atas.
Sementara laki-laki Allah persiapkan fisik dan psikisnya untuk menjadi Qawwam (lihat QS.An-Nisa: 36). Seunggul apapun wanita, Qawwam adalah fitrah dan peran seorang laki-laki.
*Apa yang dimaksud dengan Qawwam?*
Setidaknya ada 6 hal yang perlu dipahami dari makna Qawwam. Ust Jalal mengatakan sebetulnya ada lebih banyak dari itu.
(1). Qawwam yang berasal dari kata Qāimun, yang berarti _yang mengurusi urusannya (wanita)_
(2) Muaddib, yakni Pendidik. Maka seorang suami bertanggung jawab mendidik istri dan keluarganya.
(3) Roin, yang memimpin agar yang dipimpinnya berada dalam kebaikan.
(4). Musallithun 'ala ta'dhibihim, berasal dari kata Sulthān, yang artinya adalah yang menguasai (arena) untuk mengurusi menyayomi. Contoh: menguasai ilmu dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mendidik.
(5) Mudābbir: Yang mengatur
(6) Mushlih: Yang memperbaiki, merevisi.
Dari 6 fungsi ini saja, makna *Qawwam* begitu dalam. Di dalam terjemah n seringkali ditulis dengan satu kata yakni Pelindung. Harapannya para pembaca dapat menghayati makna Qawwam sebagai pelindung yang perannya mencakup *keseluruhan 6 fungsi di atas*.
*IV. Hakikat Suami Istri yang ke-4*
Kedudukan perempuan dan laki-laki adalah *sama dalam peluang pahala*.
Berbeda fungsi tidak *serta merta* menjadikan perempuan lebih unggul dari laki-laki atau sebaliknya.
Dalam beramal shaleh, Allah tidak membeda2kan.
_"...Sesungguhnya Aku tidak menyinyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki dan perempuan...." (QS. Ali Imrān: 195)
Asma' binti Yazid suatu hari mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya kepada Nabi SAW,
_“Wahai Rasulullah, aku mewakili kaum perempuan datang menghadapmu. Jihad diwajibkan Allah kepada kaum laki-laki. Jika menang, maka mereka akan mendapat pahala, dan jika gugur, mereka hidup di sisi Tuhan dan memperoleh limpahan rezeki. Sementara kami, kaum perempuan, senantiasa menemani mereka disaat suka dan duka. Lalu, apa yang kami dapatkan?”_
Rasulullah kemudian bersabda,
_“Sampaikanlah pada setiap perempuan yang engkau temui, *bahwa menaati suami (salam kebaikan) dan memenuhi hak-haknya bisa menyamai pahala jihad*. Tapi, hanya sedikit di antara kalian yang melakukannya.”_
(diambil dari HR. Al-Bazzar)
Meskipun demikian, Allah tetap memberi peluang jihad bagi para perempuan dalam kondisi-kondisi tertentu.
Contoh lain adalah mengenai perginya seorang perempuan ke masjid. *Islam memberikan kebebasan luar biasa*. Perempuan tidak diharuskan ke masjid, tapi juga tidak pula boleh dilarang.
*VI dan VII. Hakikat Suami Istri keenam dan ketujuh*
Suami dan Istri bisa menjadi *musuh* satu sama lain dan juga menjadi *sahabat*.
_"Wahai orang2 yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak2mu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni, maka sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang"_
(QS. At-Taghabun (64): 14)
Jika istri dan anak bisa menjadi musuh, maka istri dan anak pun dapat menjadi Sahabat.
Maka tugas kita adalah *bagaimana* agar suami dan istri dapat menjadi Sahabat, menjadikan rumah tangganya sebagai Baiti Jannati (rumahku surgaku).
*(1). Memperbanyak Taubat*
Jika menemukan bahwa rumah tangga masih jauh dari Surga, maka Allah telah mengisyarahkan ubtuk bertaubat.
Nabi Adam a.s dan Hawa dikeluarkan dari surga, tapi kemudian keduanya bertaubat, maka Allah berikan kepada mereka petunjuk dan jalan untuk kembali surga.
*(1) Pemaaf dan banyak meminta maaf*
Salah satu yang disebutkan dalam ayat di atas tadi (64:14), Allah memerintahkan untuk memaafkan dan menyantuni.
Dalam konflik apapun, ada pihak yang merasa benar dan merasa salah. Jika merasa benar, maka perannya adalah untuk banyak-banyak memaafkan.
Jika merasa salah, segeralah meminta maaf dengan mengalahkan ego pribadi dan mengharap ridha Allah SWT.
(Dalam sesi diskusi Ust Jalal menambahkan) , *di antara suami dan istri siapa yang harus lebih sering meminta maaf?*
Tentunya yang paling banyak berdosa.
Namun demikian,
meski maaf adalah tanggung jawab kedua belah pihak, ada penekanan khusus bagi para suami untuk lebih sering meminta maaf.. karena Ayat 64:14 tadi secara kaida ditujukan lebih utama kepada para suami yang memegang peranan sebagai *Qawwam dalam keluarga*. Saya (Ust Jalal) membiasakan sejak menikah hingga sekarang sebelum tidur meminta maaf kepada ummi (istri Ust Jalal) atas segala kekurangan.
Urusan Sahabat dan musuh *jangan dianggap remeh*. Menjadikan rumah tangga sebagai Baiti Jannati adalah sesuatu yang harus diperjuangkan.
Di dalam Al Quran, Allah menggambarkan 4 tipe pernikahan.
*Keluarga 1*:
*Suami istri bersahabat dalam kebaikan*
Yakni kisah pernikahan Rasulullah SAW dan Ibrahim a.s. Bukan hanya keluara inti (a'ilah) yang baik, namun keluarga hingga kepada keturunan2nya dan yg tinggal bersamanya (usrah) pun dalam keadaan baik. Bahkan Ibrahim a.s mendapatkan julukan Bapak para Nabi karena begitu banyak daei keturunanannya yang menjadi Nabi.
*Keluarga 2: Istri menjadi musuh suami*
Yakni yang terjadi pada pernikahan Nabi Luth dan Nabi Nuh a.s (lihat QS. At-Tahrim (66): 10).
Dalam kondisi seperti ini, seorang suami harus tetap istiqamah dalam kebenaran, memihak
*Keluarga 3. Suami menjadi musuh istri*
Yakni yang terjadi pada Asiyah istri Firaun. Asiyah asala seorang yang beriman dan tetap dalam keimanannya meski suaminya (Firaun) adalah raja jahat sepanjang masa (lihat QS. At Tahrim: 11)
*Keluarga 4. Bersahabat dalam keburukan*
Yakni, seperti Abu Lahab dan Ummu Jamil yang Allah rekam kisahnya dalam QS. Al Lahab. Keduanya memang bersahabt, namun persahabatannya tidak membawa mereka ke surga, melainkan ke neraka. Naudzubillahimindzalik.
*VIII. Hakikat Suami Istri kedelapan*
Amanah/Titipan dari Allah SWT...
Suami bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya.
Istri bertanggung jawab atas anaknya.
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu..." (QS. At-Tahrim (66): 6)
Selamatkan bermakna dari *neraka dunia* dan juga *neraka akhirat*.
*Menyelamatkan* bukan berarti sekolah favorit, mobil mewah, rumah mewah, dsb..
Sayangnya banyak manusia sering *merepotkan diri sendiri*...
Seringkali *keinginannya lebih besar* dari yang Allah minta...
Allah meminta menjaga keluarga dari neraka.. tidak wajib dengan sekolah mahal atau bermewah-mewah... lakukan yang terbaik semampunya dengan metode yang dirasa terbaik...
Dan dalam perkara pendidikan anak, banyak orang *keliru* melimpahkan tanggung jawab ini *hanya kepada istrinya*. Padahal, dalam Al Quran, pendidikan anak diberikan melalui ayah mereka. Sebagaimana yang dicontohkan oleh
Ibrahim a.s (dengan Ismail dan Ishaq), Luqmanul Hakim (lihat QS. Luqman),
Ya'Qub (dengan Yusuf dan anak2nya),
Nuh a.s.
*Inilah pentingnya* bagi para suami untuk menyadari tanggung jawabnya sebagai pendidik utama di rumah. Dan bagi *istri* tanggung jawab utamanya adalah mentaati suami dalam kebaikan dan membantu suami dalam menunaikan tanggung jawabnya.
Allahualam Bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar